honan fatwa No. 1339 tahun 2005 yang berisi:
Pada tahun 2002 anak laki-laki saya
menikah. Tapi saat ini, anak saya dan istrinya, serta keluarga kami dan
keluarga besan, menyadari bahwa anak kami tidak mungkin dapat
melanjutkan pernikahan mereka. Kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk
menceraikan pasangan itu, tapi dengan syarat anak laki-laki saya harus
melunasi mahar yang disepakati dalam akad. Ia juga wajib menyerahkan
barang-barang rumah tangga yang disebutkan dalam kesepakatan antara
keduanya ketika melakukan akad.
Mohon penjelasan masalah berikut ini:
1. Berapa besar dan sampai kapan seorang suami wajib memberi nafkah istrinya selama masa iddah?
2. Apakah suami wajib memberi nafkah mut'ah (nafkah untuk istri yang dicerai tanpa alasan setelah masa iddah, Penj.)? Jika wajib, berapakah besarnya dan sampai kapan nafkah itu wajib diberikan? |
||
|
||
Syariat Islam menyerahkan penentuan kadar nafkah mut'ah kepada
kebiasaan masyarakat dengan mempertimbangkan keadaan ekonomi suami. Hal
ini sebagaimana firman Allah SWT,
"Dan hendaklah kamu berikan suatu
mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya
dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian
menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi
orang-orang yang berbuat kebaikan." (Al-Baqarah: 236).
Dan firman-Nya,
"Kepada wanita-wanita yang diceraikan
(hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang makruf, sebagai
suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa." (Al-Baqarah: 241).
Dalam Undang-undang Perkawinan Mesir
Nomor 25 tahun 1929 pasal 18 yang direvisi melalui Undang-undang No. 100
tahun 1985 disebutkan bahwa: "Seorang istri yang telah digauli dalam
pernikahan yang sah, jika dicerai oleh suaminya tanpa adanya kerelaan
dan sebab dari sang istri, maka dia berhak mendapatkan nafkah mut'ah di
samping nafkah selama masa iddahnya. Kadar nafkah mut'ah ini paling
sedikit disamakan dengan nafkah selama dua tahun dan disesuaikan dengan
keadaan ekonomi suami, sebab-sebab perceraian dan lamanya masa
perkawinan. Suami dalam memenuhi kewajiban mut'ah ini boleh membayarnya
secara mencicil."
Dengan demikian, kadar nafkah mut'ah ini ditentukan oleh pengadilan berdasarkan pertimbangan kondisi permasalahan.
Adapun nafkah iddah maka merupakan nafkah
yang wajib diberikan kepada istri yang ditalak. Ia berhak mendapatkan
seluruh jenis nafkah yang wajib diberikan kepada seorang istri (sebelum
dicerai). Seorang hakim harus berpegang pada perkataan istri yang
dicerai berkenaan dengan masa iddahnya dengan catatan tidak lebih dari
satu tahun dari tanggal jatuhnya talak. Inilah yang diambil oleh
Undang-undang Perkawinan Mesir berdasarkan pendapat para ulama yang
paling kuat. Penentuan kadar nafkah iddah ini diserahkan kepada hakim
yang disesuaikan dengan kondisi permasalahan.
Namun, jika suami-istri itu tidak
ingin memperkarakan permasalahan mereka ke pengadilan, maka penentuan
kadar nafkah mut'ah dan nafkah selama masa iddah diserahkan pada
kesepakatan kedua belah pihak. Dalam kebiasaan masyarakat kita (bangsa
Mesir) kadar nafkah mut'ah adalah 1/4 gaji suami selama 24 bulan.
Sedangkan nafkah iddah disesuaikan dengan kondisi suami dan diberikan
antara 3 bulan sampai 12 bulan tergantung kondisi haid istri yang
dicerai.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Nafkah Istri Selama Masa Iddah dan Nafkah Mut'ah
Nafkah Istri Selama Masa Iddah dan Nafkah Mut'ah
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar