ntaan fatwa No. 3002 tahun 2005, yang berisi:
Kami mengasuh seorang bayi yatim.
Istri saya menyusuinya secara tidak langsung, melainkan meninumkan ASI
kepada bayi itu setelah dikeluarkan dengan alat bantu penyedot. Setelah
ASI terkumpul di sebuah wadah, barulah dia meminumkannya. Istri saya
memakai cara ini selama tiga bulan. Apakah dengan cara tersebut bayi itu
menjadi saudara bagi anak-anak saya sehingga diharamkan atas mereka
untuk menikah dengannya?
|
||
|
||
Rasulullah saw. bersabda,
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
"Diharamkan karena penyusuan apa yang diharamkan karena nasab." (Muttafaq alaih).
Menyusui yang dapat membuat bayi menjadi
menjadi haram untuk dinikahi oleh saudara sesusuannya mempunyai beberapa
syarat. Syarat itu berkaitan dengan wanita yang menyusui, air susu yang
diminum dan tempat berkumpulnya susu setelah diminum.
1. Wanita yang menyusui. Wanita yang
menyusui ini haruslah wanita yang hidup dan dapat melahirkan, baik
gadis, bersuami, telah dicerai ataupun ditinggal mati oleh suami.
2. Air susu. Air susu ini tidak harus
tetap seperti kondisi aslinya ketika keluar dari payudara. Imam Nawawi
(salah seorang ulama Syafi'iyah) berkata dalam kitab Rawdhat
ath-Thâlibîn, "Kalau air susu ibu berubah menjadi kecut, membeku,
mendidih, atau menjadi keju, susu kering, mentega atau menjadi
berkurang, lalu diberikan kepada bayi, maka hal itu tetap membuat bayi
tersebut menjadi haram (untuk dinikahi). Karena air susu itu telah masuk
ke dalam perut bayi dan menjadi makanan baginya. Jika suatu makanan
dicelupkan ke dalam susu itu (lalu diberikan kepada bayi) maka keharaman
itu juga terjadi."
Juga tidak disyaratkan adanya kesamaan
cara dalam penyusuan kepada bayi. Jika sebagian penyusuan itu dilakukan
dengan cara biasa, yaitu dengan menetekkannya langsung ke payudara, dan
sebagiannya dilakukan melalui alat bantu, baik melalui mulut atau
hidung, maka semua cara penyusuan itu mengakibatkan keharaman bayi itu
untuk dinikahi oleh saudara sesusuannya, jika jumlah penyusuan yang
membuat haram tercapai.
3. Tempat terkumpulnya susu. Tempat ini
mencakup lambung bayi yang masih hidup ataupun sesuatu yang dianggap
seperti lambung. Sampainya susu ke lambung bayi menyebabkan hukum
pengharaman itu, baik bayi itu disusui dengan cara menetekkan atapun
dengan menyedot susu lalu meminumkannya kepada bayi.
Yang dimaksud dengan bayi dalam masalah
ini adalah bayi yang belum mencapai usia dua tahun dengan perhitungan
tahun hijriyah. Jika bulan hijriyah pertama tidak genap, maka digenapkan
pada bulan yang kedua puluh lima. Dan awal perhitungan umur bayi
dimulai sejak hari kelahirannya.
Dengan demikian, berdasarkan pertanyaan
yang diajukan, jika susu yang diberikan kepada bayi tersebut diambil
dari susu istri Anda, dan dia menyusuinya lebih dari empat kali dalam
masa dua tahun awal usia bayi, maka bayi tersebut merupakan anak susuan
bagi kalian berdua. Dan dia adalah saudara sesusuan bagi anak-anak Anda
juga. Sehingga, bayi itu tidak boleh menikah dengan salah satu anak
Anda, namun dia boleh bergaul dengan anak-anak Anda sebagaimana saudara
kandung mereka sendiri.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Menyusui dengan Alat Bantu
Menyusui dengan Alat Bantu
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar