Menggunakan Barang Temuan

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

ntaan fatwa No. 274 tahun 2008, yang berisi:
    Pada tahun ajaran 2006/2007 lalu, seorang siswi menemukan sebuah kotak emas di halaman sebuah sekolah tingkat pertama. Dia lalu menyerahkan kotak tersebut kepada kepala sekolah. Setelah satu tahun diumumkan, tidak ada seorang pun yang datang dan mengaku sebagai pemilik kotak itu. Akhirnya, pihak sekolah menjual barang itu dan menyimpan hasil penjualan itu dalam rekening sekolah sebagai sumbangan untuk sekolah. Hanya saja, wali murid yang menemukan barang tersebut menolak pemberian sebesar 10% dari hasil penjualan barang tersebut. Dia menuntut agar kami memberikan kepadanya seluruh hasil penjualan tersebut. Apakah tuntutan wali murid tersebut benar? Ataukah hasil penjualan itu tetap merupakan hak sekolah sehingga dapat disalurkan untuk keperluan sekolah dan siswa?
Jawaban : Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad
    Luqathah (barang temuan) adalah suatu barang yang hilang dari pemiliknya lalu ditemukan dan diambil orang lain. Hilangnya sebuah barang dari pemiliknya tidak mengakibatkan kepemilikannya terhadap barang tersebut juga hilang. Masyarakat bertanggung jawab untuk menyampaikan barang tersebut kepada pemiliknya semampu mereka. 
    Syariat Islam mengizinkan orang-orang untuk mengambil barang yang tercecer di jalan adalah untuk mempermudah mereka menyampaikan barang yang merupakan amanat tersebut kepada pemiliknya. Karena itulah, Islam menetapkan aturan-aturan tertentu dalam memungut barang temuan yang sedapat mungkin menjaga agar tidak terjadi kelalaian dan tindakan tidak amanah dalam upaya mencari pemilik barang tersebut.
    Para ahli fikih menjelaskan bahwa boleh-tidaknya memungut barang temuan tergantung pada sikap amanah yang dimiliki oleh orang yang memungutnya. Seseorang yang merasa dirinya tidak dapat bersikap amanah (cenderung bersikap khianat), tidak boleh mengambil barang tersebut. Jika orang itu tetap melakukannya maka dia dianggap sebagai orang yang mengambil barang orang lain tanpa izin (ghashab).
    Para ulama juga menyatakan bahwa barang siapa yang memungutnya dengan niat untuk memiliki, maka dia wajib menggantinya, karena dia telah mengambil barang tersebut tanpa seizin pemiliknya dan agama.

    Selain itu, para ulama juga menjelaskan tata cara mengumumkan barang temuan tersebut. Jika orang yang memungutnya adalah orang fasik, maka penguasa harus menyertakan orang yang dipercaya dalam mengumumkan dan menjaga barang temuan itu. Dan masih banyak hal lain yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa tujuan syariat dalam masalah barang temuan adalah usaha menjaga sikap amanah dan sampainya barang tersebut kepada pemiliknya.
    Jika mencermati pendapat-pendapat para ahli fikih yang menjelaskan tata cara mengumumkan barang temuan, akan terlihat bahwa hal itu sangat berkaitan dengan kebiasaan dan tradisi masyarakat. Pembahasan tersebut diawali dengan definisi barang temuan yang wajib diumumkan, serta tentang perbedaan barang temuan dengan barang yang sengaja ditinggalkan pemiliknya yang boleh diambil oleh orang lain. Pembahasan ini diakhiri dengan tata cara dan batas masa pengumuman yang diperkirakan setelah itu pemiliknya tidak akan datang untuk mengambilnya. Jika kebiasaan masyarakat berubah, maka hal itu menuntut perubahan cara mengumumkan barang temuan tersebut sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang baru. Ketetapan baru itulah yang dijadikan pijakan dalam mencari barang atau orang yang hilang. Di masa sekarang, pihak yang biasa mengurus masalah kehilangan barang adalah pihak kepolisian/keamanan. Jika seseorang kehilangan barang berharganya, maka dia akan mendatangi pihak keamanan untuk melaporkannya. Dengan demikian, pada masa sekarang, barang temuan dianggap belum diumumkan kecuali dengan memberitahunya kepada pihak keamanan.
    Para penyusun perundang-undangan Mesir memahami permasalahan ini dengan baik. Mereka juga memahami bahwa masalah ini masuk dalam permasalahan siyasah syar'iyah (sistem tata negara Islam) yang dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat, kondisi dan kebiasaan. Sehingga, peraturan yang mengatur masalah tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan dapat merealisasikan usaha untuk menyampaikan barang tersebut kepada pemiliknya.
    Dalam materi undang-undang perdata Republik Arab Mesir pasal 873 disebutkan: "Hak atas binatang buruan laut dan darat, juga barang temuan dan barang bersejarah, diatur oleh peraturan-peraturan khusus." Dalam peraturan khusus ini ditetapkan bahwa tempat untuk mengumumkan dan menyerahkan barang temuan adalah kantor polisi. Dalam peraturan tersebut juga dibahas tentang batas masa penyimpanan barang temuan tersebut, tata cara mempergunakannya setelah habis masa waktu pengumumannya, cara menjaga nilai barang itu dan kapan nilai barang itu diserahkan kepada pemerintah jika pemiliknya tidak datang untuk mengambilnya.
     Di antara peraturan lain yang mengatur masalah ini adalah Keputusan Tinggi tanggal 18 Mei 1898 yang menyatakan bahwa barang siapa menemukan suatu barang atau binatang peliharaan sedangkan dia tidak mampu mengembalikannya kepada pemiliknya saat itu juga, maka dia wajib menyerahkan atau melaporkannya ke kantor polisi terdekat di kota tersebut dalam kurun waktu tiga hari jika dia berada di kota dan delapan hari jika dia tinggal di desa. Jika orang tersebut tidak melakukannya, maka dia dikenai denda. Jika orang tersebut mengambil barang tersebut dengan niat memilikinya, maka dia dianggap sebagai pencuri. (Perlu kami ingatkan di sini bahwa istilah mencuri di sini berbeda dengan definisi syar'i mengenai mencuri yang dikenai sanksi potong tangan). Adapun jika orang tersebut menyerahkan barang tersebut kepada pihak berwenang, maka dia berhak mendapatkan upah sebesar 10% dari harga barang tersebut. Jika pemilik barang itu tidak datang untuk mengambil barang tersebut, maka barang itu dijual setelah satu tahun dari waktu penyerahan –atau sepuluh hari dari masa penyerahan jika barang tersebut adalah hewan— dalam sebuah kegiatan pelelangan terbuka yang dimediasi oleh lembaga yang berwenang. Dibolehkan memperpendek masa ini jika barang yang ditemukan dikhawatirkan akan rusak. Orang yang menemukan barang hilang tersebut berhak mendapatkan sepersepuluh harga barang. Sisa hasil penjualan tadi tetap dijaga oleh kantor yang berwenang atas nama pemilik barang selama tiga tahun. Jika dalam kurun waktu tersebut pemilik barang tidak datang maka hasil penjualan barang itu diserahkan kepada negara."
    Dalam revisi undang-undang pidana pasal 321 disebutkan: "Barang siapa menemukan barang atau binatang peliharaan dan tidak menyerahkannya kepada pemiliknya ketika dia dapat melakukannya, atau dia tidak menyerahkan kepada kantor polisi atau lembaga yang berwenang lainnya selama kurun waktu tiga hari, maka dia dikenai hukuman kurung dan kerja wajib selama waktu tertentu yang tidak melebihi dua tahun jika orang tersebut mengambilnya dengan niat memilikinya. Adapun jika dia mengambilnya setelah selesainya masa tersebut tanpa niat untuk memilikinya, maka dia wajib dikenai denda yang tidak lebih dari seratus pound mesir."
    Sebagaimana ditetapkan juga dalam kaidah syariat, bahwa hukum yang ditetapkan penguasa memutu semua pertikaian. Selain itu, penguasa juga boleh memberi batasan atas sesuatu yang dibolehkan. Dia juga berhak memilih pendapat mujtahid manapun dan hukum melaksanakan keputusannya adalah wajib. Semua itu demi terjaganya peraturan umum dan hak-hak manusia.
    Dengan demikian, berdasarkan pertanyaan di atas, apa yang dilakukan oleh murid yang menemukan barang tersebut dengan menyerahkannya kepada pihak sekolah adalah tindakan yang tepat dan benar. Tidak ada hak bagi wali murid itu dari barang tersebut ataupun dari hasil penjualannya. Karena, anaknya itu, secara lahir, tidak berniat sama sekali untuk memilikinya atau mengumumkan barang tersebut. Adapun tindakan sekolah yang menjual barang tersebut, maka tindakan itu tidak dibenarkan dalam undang-undang. Karena penjualan itu hanya boleh dilakukan jika barang itu telah diumumkan oleh pihak yang berwenang dalam kebiasaan masyarakat, yaitu pihak kepolisian. Pihak sekolah seharusnya melaporkan penemuan itu kepada pihak kepolisian. Karena, sebagian besar orang yang kehilangan akan pergi menuju kantor polisi untuk melaporkan berita kehilangannya. Sehingga, apabila penemu barang tersebut juga melaporkannya kepada pihak kepolisian, maka kemungkinan ditemukannya pemilik barang tersebut adalah besar. Oleh karena itu, penyerahan barang itu kepada kantor polisi adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh orang yang menemukan barang. Inilah yang dapat membebaskan tanggung jawab pihak sekolah atas barang itu di hadapan Allah SWT. Ia tidak berhak menjual sesuatu yang bukan miliknya, atau memberikan apapun kepada siswa yang menemukannya ataupun kepada orang lain. Yang berhak melakukan hal itu adalah pihak yang berwenang, yaitu kepolisian.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman