onan fatwa No. 54 tahun 2006 yang berisi:
Apakah boleh memberikan uang zakat,
baik sebagian atau seluruhnya, untuk mendanai pelatihan dan penataran
bagi para penuntut ilmu guna meningkatkan profesionalisme berdakwah
mereka dengan memberikan training-training yang diperlukan? Perlu
diketahui bahwa mereka termasuk orang-orang yang pemasukannya tidak
mencukupi kebutuhan mereka sendiri.
|
||
|
||
Zakat merupakan salah satu kewajiban dan rukun Islam. Pengaturan
pelaksanaannya dan pembagiannya telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam
firman-Nya,
"Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (At-Taubah: 60).
Para ulama juga telah sepakat
mengenai kebolehan memberikan zakat bagi para penuntut ilmu. Hal itu
dinyatakan secara tegas oleh para ulama Hanafiyah, Syafi'iyah dan
Hanabilah. Ini pula yang dapat dipahami dalam mazhab Maliki.
Ibnu Abidin, dalam Hâsyiyah-nya, menukil dari kitab Jâmi' al-Fatâwâ bahwa: "Disebutkan dalam kitab al-Mabsûth,
"Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang memiliki harta mencapai
satu nishab kecuali bagi penuntut ilmu, orang yang ikut berperang dan
jamaah haji yang kehabisan bekal."
Dalam al-Majmû', Imam Nawawi
menukil dari para ulama Syafi'iyah bahwa, "Jika seseorang mampu bekerja
sesuai dengan derajatnya hanya saja ia disibukkan dengan menuntut ilmu
syar'i, sehingga jika ia memfokuskan untuk bekerja maka ia tidak dapat
mencari ilmu, maka ia dibolehkan menerima zakat, karena mencari ilmu
termasuk dalam fardu kifayah."
Al-Khatib asy-Syarbini, dalam al-Iqnâ',
menyatakan, "Jika seseorang yang mampu bekerja memfokuskan diri untuk
menuntut ilmu tapi ia tidak dapat melakukan kedua pekerjaan itu secara
bersama-sama, maka ia boleh diberi zakat. Berbeda jika orang tersebut
memfokuskan diri untuk beribadah, memberi makan orang lapar, dan
perbuatan sejenisnya."
Al-Buhuti al-Hanbali berkata dalam Kasysyâf al-Qinâ',
"Jika orang yang mampu bekerja memfokuskan diri untuk menuntut ilmu
syar'i, meskipun ilmu itu tidak wajib baginya, dan ia tidak dapat
melakukan kedua pekerjaan itu –menuntut ilmu dan bekerja—secara
bersama-sama, maka ia boleh diberi zakat untuk menutupi kebutuhannya."
Di tempat yang sama al-Buhuti menukil
dari Ibnu Taimiyah bahwa ia pernah ditanya mengenai seseorang yang
tidak mempunyai uang untuk membeli buku, maka beliau menjawab,
"Dibolehkan mengambil uang dari zakat yang dibutuhkan untuk membeli buku
yang diperlukan untuk urusan agama dan dunianya." Kemudian al-Buhuti
berkata, "Mungkin hal itu tidak keluar dari para mustahik, karena hal
itu termasuk kebutuhan yang diperlukan oleh penuntut ilmu, sehingga
seperti kebutuhan nafkahnya."
Adapun para ulama Malikiyah, maka ad-Dasuqi dalam Hâsyiyah-nya,
berkata, "Dibolehkan membayarkan zakat kepada orang yang masih sehat
dan mampu untuk bekerja meskipun ia meninggalkan pekerjaannya secara
sengaja. Pendapat ini berdasarkan pendapat yang masyhur."
Diantara dalil yang dijadikan
landasan para ulama mengenai kebolehan memberikan zakat kepada para
penuntut ilmu adalah masuknya kebutuhan nafkah para penuntut ilmu itu ke
dalam "fi sabilillah" (di jalan Allah). Hal ini sesuai dengan hadis
yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia hasankan, bahwa Nabi saw.
bersabda,
مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ
"Barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka ia berada pada jalan Allah hingga ia kembali."
Bahkan, para ulama Hanafiyah –sebagaimana disebutkan dalam kitab Hâsyiyah
Ibnu Abidin— secara tegas menyatakan kebolehan memindahkan zakat dari
daerah yang satu ke daerah yang lain untuk memenuhi kebutuhan para
penuntut ilmu.
Tidak diragukan bahwa mengadakan
pelatihan untuk para penuntut ilmu guna membekali mereka dengan berbagai
keahlian yang diperlukan adalah seperti memberikan nafkah untuk membeli
buku. Bahkan bisa jadi kebutuhan mereka kepada pelatihan itu lebih
besar, karena keahlian yang mereka peroleh dari pelatihan itu diperlukan
secara umum dalam kehidupan mereka.
Dengan demikian, jika keadaannya
adalah seperti yang digambarkan dalam pertanyaan, maka dibolehkan
memberikan zakat untuk mendanai pelatihan bagi para penuntut ilmu
terutama jika pemasukan mereka tidak dapat menutupi kebutuhan mereka.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Mengeluarkan Zakat untuk Meningkatkan Kemampuan Para Penuntut Ilmu dalam Berdakwah
Mengeluarkan Zakat untuk Meningkatkan Kemampuan Para Penuntut Ilmu dalam Berdakwah
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar