Membaca Alquran Saat Bertakziyah

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

ntaan fatwa No. 2987 tahun 2005, yang berisi:
    Kami adalah penduduk salah satu desa di perkampungan Mesir. Jika ada seseorang dari kami yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan, kami mengadakan acara takziyah selama tiga hari. Kami menerima para pentakziyah baik yang berasal dari desa kami ataupun dari desa-desa lain. Kami juga mengundang seorang pembaca Alquran yang akan membaca beberapa ayat Alquran dalam acara takziyah itu.
    Beberapa hari belakangan ini, kami dikejutkan oleh seseorang yang menfatwakan bahwa perbuatan itu adalah bid'ah yang sesat dan tidak boleh dilakukan. Menurutnya, perbuatan tersebut tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi saw. ataupun pada zaman para sahabat. Orang yang membaca Alquran dalam takziyah itu telah berdosa dan imbalan yang ia ambil adalah haram. Fatwa itu telah menyebabkan pertikaian dan perselisihan antara kelompok yang pro dan kontra. Karena itulah, tidak ada jalan lain bagi kami selain mengirim pertanyaan ini kepada Yang Mulia Mufti, agar sudi memberikan jawaban atas masalah ini untuk mengakhiri perselisihan antar penduduk di tempat kami. Apakah yang difatwakan oleh orang tersebut benar?
Jawaban : Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad
    Agama Islam adalah agama cinta, kasih sayang, persatuan dan silaturahmi. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhumâ, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan bersimpati, bagaikan sebuah tubuh. Jika salah satu anggota tubuh itu sakit, seluruh anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya, dengan tidak bisa tidur dan demam." (Muttafaq Alaih).
    Islam menganjurkan pemeluknya untuk menghibur orang-orang yang mendapat musibah guna meringankan kesedihan mereka. Rasulullah saw. pun menjanjikan orang yang menghibur penderitaan seseorang (pentakziyah) dengan pahala yang sangat besar. Beliau bersabda,
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Tidaklah seorang mukmin menghibur saudaranya yang tertimpa musibah, kecuali Allah akan memakaikan perhiasan-perhiasan kemuliaan kepadanya pada hari Kiamat." (HR. Ibnu Majah).
    Melakukan takziyah untuk keluarga yang ditinggal mati adalah perbuatan yang dianjurkan, baik yang tertimpa musibah tersebut adalah laki-laki ataupun perempuan, besar ataupun kecil. Tapi, kaum laki-laki tidak boleh bertakziyah kepada kaum perempuan yang masih muda atau perempuan yang dikhawatirkan dapat menyebabkan fitnah terhadapnya. Takziyah tidak boleh dilakukan lebih dari tiga hari, kecuali bagi orang yang tidak tinggal di daerah dilangsungkannya takziyah, atau tidak mengetahui terjadinya musibah tersebut. Orang seperti ini diperbolehkan melakukan takziyah ketika dia telah hadir atau mengetahui musibah tersebut.
    Mengadakan acara khusus untuk takziyah sebagai sebuah sarana untuk menerima ucapan bela sungkawa dari orang-orang, merupakan salah satu kebiasan yang berlaku dalam masyarakat kita dan tidak melanggar ketentuan syariat. Karena sesungguhnya acara tersebut justru merupakan sarana yang membantu dilaksanakannya perintah syariat untuk bertakziyah bagi orang yang terkena musibah. Dan sebagaimana ditetapkan dalam syariah, bahwa wasilah bagi sesuatu mempunyai hukum yang sama dengan tujuan sesuatu tersebut selama wasilah itu sendiri tidak diharamkan. Jika acara takziyah tersebut –yang biasanya dengan mendirikan tenda (tarup) untuk acara— diadakan tanpa berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta dan tidak bermaksud pamer atau menyombongkan diri, tapi maksudnya adalah untuk menampung para pentakziyah yang melebihi kapasitas rumah, maka hal itu tidak apa-apa dilakukan.
    Begitu juga tidak apa-apa menghadirkan orang yang dapat membaca Alquran dengan baik dalam acara takziyah tersebut. Secara hukum asal, mendatangkan pembaca Alquran tersebut dibolehkan, begitu pula imbalan yang diberikan kepadanya. Hal itu karena imbalan tersebut adalah imbalan bagi tertahannya orang tersebut di tempat itu (al-ihtibâs), bukan imbalan atas bacaan Alquran itu sendiri. Jadi kita memberikan imbalan kepada pembaca Alquran tersebut, karena ketika itu dia membaca Alquran dan tidak melakukan pekerjaan lain. Semua ini dengan ketentuan bahwa imbalan tersebut bukan berasal dari harta peninggalan mayat, acara tersebut tidak bertujuan pamer atau menyombongkan diri dan para hadirin mendengarkan bacaan-bacaan Alquran dengan seksama.
    Jika acara tersebut bertujuan untuk pamer atau menyombongkan diri –sebagaimana yang sering terjadi—, maka itu termasuk perbuatan yang dilarang. Acara ini lebih diharamkan lagi jika biayanya dibebankan kepada para keluarga mayat yang miskin atau mereka sedang membutuhkan uang. Pembiayaan acara tersebut juga tidak boleh diambil dari harta peninggalan si mayat atau harta orang lain tanpa keikhlasannya. Keluarga mayat yang tidak mampu tidak boleh dibebani dengan biaya tersebut, begitu pula orang yang tidak secara ikhlas memberikan hartanya untuk pelaksanaan acara tersebut.
    Sudah barang tentu, dalam kondisi ini keluarga yang berduka sangat memerlukan bantuan dan perhatian dari orang lain, baik dengan perkataan, bantuan makanan ataupun uang jika mereka memerlukannya. Karena ketika itu mereka sedang sibuk melakukan pengurusan mayat dan bersedih atas musibah yang menimpa mereka. Inilah yang diisyaratkan oleh Nabi saw. dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ja'far
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا؛ فَقَدْ جَاءَهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
"Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far, karena mereka kedatangan urusan yang menyibukkan mereka." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Baihaqi).
    Bahkan, terkadang keluarga yang berduka wajib duduk bersama para tamu yang bertakziyah, jika diperkirakan mereka akan tersinggung dan merasa tidak dipedulikan oleh tuan rumah apabila tuan rumah tidak menemani mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syarwani dalam Hâsyiyah 'ala Tuhfatil Muhtâj.
    Dengan demikian, berdasarkan pertanyaan di atas, mengadakan acara takziyah dan menghadirkan seorang pembaca Alquran, sebagaimana yang disebutkan dalam pertanyaan, adalah perbuatan boleh (mubah) secara hukum asalnya, selama acara tersebut tidak disertai dengan adanya pemborosan, pamer, menyombongkan diri atau memakan harta orang lain dengan batil. Jika tidak demikian, maka perbuatan tersebut berubah menjadi haram.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman