taan fatwa No. 2563 tahun 2005, yang berisi:
Seseorang membeli barang dari sebuah
toko, lalu dia menjualnya kembali secara kredit kepada orang yang
membutuhkannya. Lebih jelasnya, ada seorang calon pembeli (orang
pertama) mendatangi seseorang (orang kedua) dan memintanya agar
membelikan untuknya barang tertentu dari sebuah toko. Lalu mereka pergi
bersama-sama ke toko tersebut lalu orang kedua membelikan barang itu
untuk orang pertama. Setelah itu, orang pertama membayar harga barang
tersebut kepada orang kedua dengan cara mencicil, tapi dengan harga yang
lebih besar dari harga pembelian secara kontan (cash). Perlu kami
sampaikan bahwa orang kedua tersebut tidak memiliki tempat berjualan
atau toko, bahkan dia juga tidak memiliki barang dagangan.
Pertanyaannya, apa hukum transaksi tersebut?
|
||
|
||
Berdasarkan ketetapan syariat Islam, dibolehkan melakukan transaksi
jual beli dengan pembayaran kontan (cash) ataupun ditangguhkan sampai
tempo tertentu. Adanya penambahan harga sebagai kompensasi (imbalan)
atas penangguhan pelunasan adalah dibolehkan dalam syariah, sebagaimana
pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Alasannya, karena hal itu dipandang
sebagai bentuk akad murabahah. Akad murabahah merupakan salah satu akad
yang dibolehkan dalam syariah, yaitu dibolehkan mengambil keuntungan
sebagai imbalan dari penangguhan pembayaran. Tempo penangguhan tersebut
meskipun hakikatnya bukanlah benda riil, hanya saja dalam akad
murabahah, harga barang dapat ditambah karenanya. Namun, tempo
penangguhan itu haruslah jelas, guna tercapainya unsur suka rela antara
kedua belah pihak dalam transaksi. Alasan lainnya adalah tidak terdapat
dalil yang melarang model transaksi tersebut, di samping juga adanya
kebutuhan masyarakat terhadap jenis transaksi ini, baik bagi pihak
pembeli maupun pihak penjual.
Berdasarkan penjelasan di atas dan
permasalahan yang ditanyakan, orang kedua hanyalah berposisi sebagai
mediator yang dibolehkan membeli dan memiliki barang yang ditransaksikan
tersebut, baik benar-benar memilikinya (haqiqi) maupun membelinya untuk
dijual kembali (hukmi). Kemudian, orang pertama membeli barang tersebut
darinya secara kredit (cicilan) dengan harga yang lebih tinggi, sebagai
imbalan dari tempo penangguhan pembayaran. Transaksi seperti ini
dibolehkan dalam syariah.
Adapun kondisi orang kedua yang tidak
memiliki tempat atau toko khusus, atau bahkan tidak memiliki barang
dagangan, tidaklah berpengaruh terhadap kebolehan transaksi ini. Karena
maksud nas-nas syarak yang melarang seseorang menjual sesuatu yang tidak
dia miliki, atau yang melarang menjual suatu barang sebelum barang itu
dimilikinya secara penuh, atau setelah berpindahnya kepemilikan, adalah
agar ada jaminan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada
barang dagangan dan guna menjauhi terjadinya perselisihan. Dalam
transaksi yang ditanyakan pun tidak terjadi perselisihan antara ketiga
pihak tersebut dan tidak ada kesimpangsiuran mengenai penjamin barang
jika terjadi kerusakan atas barang dalam salah satu tahap proses
transaksi.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Jual Beli Secara Kredit (Cicilan)
Jual Beli Secara Kredit (Cicilan)
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar