Lelaki yang Telah Beristri (Muhshan) Berzina dengan Wanita yang Telah Bersuami (Muhshanah)

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

ntaan fatwa No. 1297 tahun 2005, yang berisi:
    Ada seorang lelaki yang telah menikah (muhshan) berzina dengan wanita yang telah menikah (muhshanah) di sebuah negara yang di dalamnya tidak diterapkan hukuman had zina, maka bagaimana cara dia bertobat? Agar tobatnya diterima, apakah harus diberlakukan hukuman had zina atasnya?
Jawaban : Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad
     Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 
كُلُّ أُمَّتْيْ مُعاَفًى إِلاَّ المْجُاهَرِوْنَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقْوُلَ: ياَ فَلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ باَتَ سَتَرَهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ
"Semua umatku diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan [dalam berbuat maksiat]. Sesungguhnya termasuk terang-terangan [dalam berbuat maksiat] adalah seseorang melakukan perbuatan [maksiat] di malam hari, hingga pagi hari perbuatannya itu masih ditutupi oleh Allah. Namun kemudian dia berkata sendiri, "Wahai fulan, semalam saya melakukan ini dan itu". Padahal semalam keburukannya telah ditutupi oleh Tuhannya, namun di pagi hari dia menyingkap penutup Allah dari dirinya."
    Oleh karena itu, barang siapa melakukan perbuatan dosa dan Allah menutupinya, hendaknya dia tidak membongkar keburukannya sendiri. Salah satu sifat Allah adalah menutupi keburukan hamba-Nya, sehingga menampakkan keburukan adalah kekafiran terhadap nikmat ini dan pelecehan terhadap penutup yang Allah berikan.
    Pelaku perbuatan dosa hendaknya bertobat kepada Allah dengan meninggalkan perbuatan dosanya, menyesali perbuatannya dan bertekad untuk tidak kembali melakukannya. Dia juga hendaknya banyak beristighfar. Karena sesungguhnya Allah tidak membebankan kepada pelaku perbuatan dosa yang terdapat hukuman had atasnya untuk berusaha menerapkan hukuman itu padanya, justru dia diperintahkan untuk menutupi perbuatan dosanya itu. Sedangkan hukuman had adalah urusan pemimpin umat atau penguasa negara.
    Dalam hal ini, terdapat tuntunan yang dicontohkan Nabi saw.. Yaitu ketika Ma'iz bin Malik berzina dengan seorang budak wanita yang tidak halal baginya, Hazzal menyuruhnya untuk menemui Nabi saw.. Lalu Ma'iz pun menemui beliau dan mengakui apa yang dia lakukan sebanyak empat kali. Lalu beliau memerintahkan agar Ma'iz dirajam. Dan beliau bersabda kepada Hazzal, "Seandainya engkau menutupinya dengan pakaianmu, niscaya itu lebih baik bagimu." (HR. Abu Dawud dan Nasa`i).
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman