Istri Keluar Rumah tanpa Izin Suami dan Melakukan Perjalanan Tanpa Mahram

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

honan fatwa No. 2331 tahun 2005 yang berisi:
    Pertama: Apa hukum keluarnya seorang istri dari rumah tanpa izin suaminya?
    Kedua: Apa hukum bepergian lebih dari tiga malam bagi seorang perempuan tanpa ditemani oleh mahramnya?
Jawaban : Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad
    Pertama: Syariat Islam menetapkan bahwa hak dan kewajiban suami istri adalah bersifat timbal balik. Ketika Islam mewajibkan suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya sesuai dengan kemampuannya, maka Islam juga mewajibkan agar istri untuk taat kepadanya dengan tetap tinggal di dalam rumah. Jika seorang istri telah menerima seluruh atau sebagian maharnya maka ia berkewajiban untuk tinggal di dalam rumahnya dan tidak boleh meninggalkannya kecuali dengan izin suaminya selain dalam keadaan-keadaan yang dibolehkan baginya untuk keluar, seperti mengunjungi kedua orang tuanya sekali dalam satu minggu.
    Jika seorang istri keluar rumah lalu ia menolak untuk kembali lagi maka ia dianggap telah menentang suami (nusyuz) sehingga ia tidak berhak mendapatkan nafkah sejak waktu penentangan itu.
    Kedua: Dalam syariat Islam, pada dasarnya seorang perempuan tidak boleh berpergian kecuali bersama salah satu mahramnya. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadis Ibnu Abbas r.a.,
لاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ، وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجَلٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ
"Seorang perempuan tidak boleh berpergian tanpa ditemani oleh seorang mahram. Dan dia tidak boleh dikunjungi oleh seorang laki-laki kecuali dia bersama mahramnya." (Muttafaq alaih).
    Hanya saja sebagian ulama membolehkan seorang perempuan untuk bepergian sendiri jika jalan yang akan ditempuhnya dan tempat yang akan didatanginya dalam kondisi aman. Mereka mendasarkan pendapat ini pada hadis 'Adiy bin Hatim r.a. bahwa Nabi saw. bersabda kepadanya,
فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ لَتَرَيْنَ الظَّعِيْنَةَ تَرْتَحِلُ مِنَ الْحِيْرَةَ حَتَّى تَطُوْفَ بِالْكَعْبَةِ لاَ تَخَافُ أَحَدًا إِلاَّ اللهَ
"Jika kamu berumur panjang niscaya kamu akan melihat seorang perempuan pergi sendiri dari Hira (saat ini di wilayah Irak) hingga [sampai di Mekah dan] melakukan thawaf di sekeliling Ka'bah. Dia tidak takut kepada seorang pun kecuali dari Allah." (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Ahmad,
فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَيُتِمَنَّ اللهُ هَذَا اْلأَمْرَ حَتَّى تَخْرُجَ الظََّعِيْنَةُ مِنَ الْحِيْرَةَ حَتَّى تَطُوْفَ بِالْبَيْتِ فِيْ غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ
"Demi Zat yang jiwaku berada di genggaman-Nya, Allah pasti akan menyempurnakan urusan (agama) ini, sehingga seorang perempuan akan pergi dari Hira hingga dia melakukan thawaf di Baitullah tanpa ditemani seorangpun."
    Para ulama yang membolehkan perempuan keluar sendiri di atas, menyatakan bahwa 'illat (sebab hukum) larangan seorang perempuan pergi sendirian adalah tidak adanya keamanan selama perjalanan. Sehingga, dibolehkan untuk mengambil pendapat ini karena mengandung kemudahan dan kelapangan, hanya saja perempuan tersebut harus mendapatkan izin suaminya jika ia mempunyai suami, atau izin walinya jika tidak bersuami.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman