honan fatwa No. 2829 tahun 2009 yang berisi:
Ayah saya bermaksud menjual sebidang
tanah yang dimilikinya. Lalu datang seorang calon pembeli dan keduanya
bersepakat untuk melakukan transaksi jual-beli atas tanah itu dengan
membacakan surat al-Fâtihah. Pada hari kedua, calon pembeli itu membawa
seseorang untuk melihat tanah dan menawarkannya kepadanya. Pada hari
ketiga, ia kembali membawa orang lain untuk melihat tanah itu. Kami pun
menyadari bahwa calon pembeli pertama itu merupakan makelar tanah,
sehingga ayah saya memberitahunya bahwa ia akan membatalkan kesepakatan
jual beli itu jika ia tidak membayar uang muka. Makelar itu lalu pergi
dan tidak memberikan uang muka yang diminta. Lalu datang seorang pembeli
lain dan melakukan kesepakatan dengan ayah saya untuk membeli tanah
itu. Ia membayar uang muka dan menandatangani akad jual beli yang
mengandung syarat sangsi (al-'aqd al-jazâ`i).
Apakah makelar tanah yang pernah
melakukan kesepakatan dengan ayah saya lebih berhak atas tanah yang
hendak dijual itu? Sejauhmanakah keabsahan akad jual beli yang kedua?
Apakah kami mempunyai kewajiban yang harus kami penuhi akibat
kesepakatan awal dengan makelar tanah itu?
|
||
|
||
Salah satu definisi akad adalah sesuatu yang dihasilkan dari
kesepakatan dua orang yang pengaruhnya tampak dalam obyek. Sebuah akad
tidak dianggap telah terlaksana dan mempunyai kekuatan mengikat kecuali
jika akad itu mengandung kepastian. Tanpa adanya kepastian ini maka
kesepakatan tersebut tidak lebih dari sebuah janji untuk melakukan akad.
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, janji seperti ini tidak mempunyai
kekuatan mengikat.
Adapun syarat sangsi (al-syarth al-jazâ`i),
maka pendapat yang paling tepat dalam masalah ini adalah bahwa syarat
tersebut tidak dilarang secara mutlak, tapi tidak pula dibolehkan secara
mutlak. Syarat sangsi dibolehkan jika memang benar-benar terjadi
kerugian dan sangsi yang diberikan sesuai dengan nilai kerugian itu,
bukan didasarkan pada nilai yang telah ditentukan dalam kesepakatan.
Dengan demikian, berdasarkan
pertanyaan di atas, maka kesepakatan ayah anda dengan makelar tanah itu
hanyalah sebuah janji untuk melakukan akad jual beli tanah. Adapun
pembacaan surat al-Fâtihah hanyalah sekedar penguat dari janji itu,
sehingga ia tidak dapat merubah janji itu menjadi suatu akad yang
mengikat. Sedangkan akad kedua yang dilakukan dengan pembeli yang baru,
maka itu adalah akad yang sah dan mengikat. Hal itu ditunjukkan dengan
kesepakatan kedua belah pihak untuk menandatangani akad jual beli dan
menyerahkan uang muka di majlis akad.
Oleh karena itu, makelar tanah itu
tidak mempunyai hak apapun atas ayah anda, apalagi ayah anda telah
memperingatkannya bahwa ia akan membatalkan akad jika makelar itu tidak
membayar uang muka. Dengan demikian, akad kedua itu adalah sah dan
syarat sangsi yang disebutkan dalam akad boleh diterapkan sesuai dengan
kerugian yang ditanggung.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Akad Jual Beli Setelah Kesepakatan Secara Lisan
Akad Jual Beli Setelah Kesepakatan Secara Lisan
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar