Shalat Orang Yang Sendirian di Belakang Shaf Jamaah

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

Memperhatikan permohonan fatwa nomor 24 tahun 2010 yang berisi:
    Apakah sah shalat orang yang sendirian di belakang shaf? Apakah ia boleh menarik salah seorang makmum dari shaf yang ada di depannya untuk berdiri bersamanya
 
Jawaban : Dewan Fatwa

    Shalat sendirian mempunyai dua makna, yaitu shalat yang bukan berjamaah dan shalat berjamaah tapi berdiri sendiri di belakang shaf. Makna yang pertama diisyaratkan dalam sabda Rasulullah saw.,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

    "Shalat jamaah lebih afdal daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat." (Muttafaq alaih dari hadits Ibnu Umar).
    Adapun shalat seseorang secara sendirian di belakang shaf jamaah, jika dia melakukannya karena uzur, seperti tidak menemukan orang lain untuk berdiri bersamanya dalam satu shaf, maka shalatnya sah. Namun, jika tidak terdapat uzur maka shalatnya tetap sah tapi hukumnya makruh. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abi Bakrah r.a., bahwa dia mendapati Nabi saw. dalam keadaan rukuk. Maka dia pun ikut rukuk sebelum sampai pada shaf jamaah. Lalu hal itu diberitahukan kepada Rasulullah saw., maka beliau pun bersabda,
زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلاَ تَعُدْ

    "Semoga Allah menambah semangatmu, tapi jangan kamu ulangi lagi hal itu."
    Berdasarkan hadits ini, para ahli fikih menyimpulkan bahwa shalat seseorang di belakang shaf tidak perlu diulang. Sedangkan perintah mengulang yang disebutkan dalam hadits Wabishah bin Ma'bad r.a. yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, yaitu Rasulullah saw. pernah melihat seorang melakukan shalat di belakang shaf sendirian lalu beliau menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya, maka perintah dalam hadits ini hanyalah bersifat anjuran. Hukum ini diambil guna menggabungkan atau mengompromikan dua dalil yang zhahirnya nampak bertentangan.
    Para ulama mazhab Hambali menganggap batalnya shalat seseorang yang sendirian di belakang shaf tanpa uzur jika ia melakukan shalatnya itu sebanyak satu rakaat penuh. Mereka mengartikan perintah dalam hadits Wabishah sebagai sebuah kewajiban.
    Adapun seseorang yang tidak mendapatkan tempat di shaf, maka terdapat beberapa pendapat dalam hal ini:
    1. Para ulama mazhab Maliki dan salah satu pendapat ulama Syafi'iyah –pendapat inilah yang ditegaskan oleh Imam Syafi'i dalam riwayat al-Buwaithi dan dipililh oleh Qadhi Abu Thayib—, menyatakan bahwa orang tersebut cukup berdiri sendiri di belakang shaf tanpa perlu menarik seseorang dari barisan shaf untuk berdiri bersamanya. Hal itu dilakukan agar ia tidak menghalangi orang yang ditariknya dari pahala shaf yang lebih depan. Bahkan, ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika seseorang diminta untuk mundur dari barisan shaf, maka ia tidak perlu menuruti keinginannya. Pendapat ini diambil pula oleh al-Kamal bin Humam, salah seorang ulama Hanafiyah.
    2. Para ulama mazhab Hanafi dan pendapat yang shahih dalam mazhab Syafi'i menyatakan bahwa orang yang berdiri sendiri di belakang shaf dianjurkan untuk menarik seseorang dari barisan di depannya agar berdiri bersamanya. Namun, ia harus yakin bahwa orang yang ditariknya tersebut akan memenuhi permintaannya tersebut. Jika tidak, maka ia tidak boleh menariknya guna mencegah terjadinya perselisihan.
    3. Sedangkan para ulama Hambali berpendapat bahwa sebaiknya orang itu berdiri di sisi imam jika memungkinkan, karena posisi itu merupakan posisi bagi orang yang sendirian. Jika ia tidak dapat melakukannya, maka ia boleh memberi isyarat kepada seseorang yang berdiri di shaf untuk berdiri bersamanya. Jika hal itu tidak dapat dilakukan juga, maka ia cukup shalat sendirian di belakang shaf. Hukumnya makruh memberi isyarat dengan menariknya. Ahmad dan Ishaq menganggap jelek perbuatan itu karena berarti ia telah bertindak tanpa izin.
    Dengan demikian, shalat seseorang di belakang shaf adalah sah jika memang hanya hal itu yang bisa dia lakukan. Ini adalah kesepakatan para ulama. Ulama yang membolehkan orang tersebut untuk menarik orang lain dari barisan shaf di depannya, mensyaratkan adanya persetujuan dari orang yang ditarik. Oleh karena itulah, kami memandang kebolehan ini terbatas pada kondisi tersebut saja. Adapun jika orang itu tidak yakin bahwa orang yang ditarikanya akan memenuhi permintaannya, atau ia mengetahui bahwa orang tersebut akan menolaknya, maka dalam kedua keadaan ini orang tersebut tidak boleh menarik seseorang dari shaf untuk berdiri bersamanya. Hukum ini diambil guna menghormati pendapat yang secara mutlak melarang menarik orang dari dalam shaf dan untuk menghindari terjadinya perselisihan.
    Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman