Posisi Makmum Lebih Maju dari Imam

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

Memperhatikan permintaan fatwa No. 1341 tahun 2008, yang berisi:
    Di desa kami terdapat sebuah masjid yang berukuran kecil. Sehingga jika masjid tersebut penuh, maka sebagian makmum, terutama yang masbuk, melakukan shalat di luar masjid dengan posisi lebih maju dari imam. Pertanyaan kami, apakah shalat orang-orang tersebut sah? Dan apakah shalat orang yang menjadi makmum bagi orang yang masbuk tersebut juga sah?
Jawaban : Dewan Fatwa
    Menurut jumhur ulama dari mazhab Hanafi, Syafi'i dan Hambali, posisi makmum tidak boleh lebih maju dari imam. Makmum yang melakukan hal itu tidak sah salatnya. Hal ini berdasarkan makna bahasa, yaitu bahwa posisi imam harus berada di depan makmum.
    Ibnu Qasim al-Ghazzi asy-Syafi'i dalam kitab Fath al-Qarîb al-Mujîb syarah matan al-Ghâyah wat-Taqrîb menjelaskan, "Semua tempat di dalam masjid yang di sana makmum melakukan salat mengikuti imam dan ia mengetahui salat imam dengan melihatnya secara langsung atau melihat sebagian shaf di depannya, maka itu cukup bagi keabsahannya menjadi makmum bagi imam tersebut, selama posisinya tidak lebih maju dari imam. Jika posisinya sejajar dengan imam namun posisi tumitnya lebih maju dari tumit imam, maka salatnya tidak sah. Namun jika posisinya sejajar dengan imam maka itu tidak masalah, namun disunahkan bagi makmum untuk mundur sedikit dari imam."
    Sedangkan para ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa posisi makmum boleh lebih maju dari imam, namun hukumnya makruh. Hukum ini dikecualikan dalam kondisi darurat, sehingga makmm boleh lebih maju dari imam tanpa adanya kemakruhan dalam kondisi darurat tersebut. Dalam kondisi ini, menurut mereka, salat makmum tetap sah jika dapat mengikuti gerakan imam dalam rukun-rukun salat. Hal ini berdasarkan prinsip bahwa permasalahan ini tidak disinggung dalam nash, sehingga masuk dalam kategori hal-hal yang dimaafkan. Jadi keabsahan ini adalah selama posisi makmum di depan imam itu tidak mengganggu salat makmum, yaitu jika posisi tersebut menjadi penghalang baginya untuk mengikuti imam.
    Penulis Mawâhib al-Jalîl Syarh Mukhtashar Khalîl menyatakan, "Sub pembahasan: Pengarang kitab al-Madkhal berkata, "Posisi makmum yang lebih maju dari imam dan jenazah, mengandung dua hal yang dimakruhkan. Yang pertama: ia lebih maju dari imam, dan yang kedua: ia lebih maju dari jenazah". Berdasarkan hal ini, maka posisi lebih maju dari jenazah adalah makruh saja dan salatnya tetap sah, baik yang lebih maju dari jenazah adalah imam ataupun makmum."
    Penulis kitab al-Fawâkih ad-Dawânî 'alâ Risâlah Ibni Abi Zaid al-Qairawâni berkata, "Dua catatan: Pertama: Dari apa yang telah kami jelaskan, dapat diketahui bahwa urutan ini, demikian juga berdirinya makmum di belakang imam, adalah sunah. Jika tidak dilakukan maka hukumnya makruh. Hukum kemakruhan dalam posisi yang lebih maju dan sejajar dengan imam adalah jika tidak ada darurat di dalamnya."
    Dalam Hâsyiyah al-'Adawi 'alâ Syarh Kifâyah ath-Thâlib ar-Rabbâni, disebutkan, "Jika makmum lebih maju dari imam karena sempitnya masjid, maka itu dibolehkan tanpa adanya kemakruhan."
    Yang menjadi standar dalam posisi lebih maju, lebih mundur dan sejajar bagi orang yang berjamaah adalah tumit bagi orang yang salat sambil berdiri, pantat bagi orang yang salat sambil duduk dan sisi badan bagi orang yang salat sambil berbaring.
    Kaidah syarak menyatakan bahwa barang siapa diuji dengan terpaksa harus melakukan sesuatu yang diperselisihkan maka hendaknya dia mengikuti orang yang membolehkannya.
    Dengan penjelasan ini dan berdasarkan pertanyaan, maka jamaah yang terlambat datang ke masjid lalu mendapati masjid sudah penuh sehingga dia tidak mendapatkan tempat di dalamnya, maka hendaknya dia salat di luar masjid dengan mencari tempat yang posisinya di belakang imam atau minimal sejajar dengannya. Hendaknya dia tidak lebih maju dari imam, kecuali jika tidak menemukan tempat sama sekali untuk salat di belakangnya atau sejajar dengannya. Hal ini juga dengan syarat dia dapat mengikuti imam dalam gerakan-gerakan rukun salat dan berniat mentaklid pendapat para ulama Malikiyah. Jika semua hal itu dilakukan maka salatnya sah, tanpa ada kekurangan sama sekali. Begitu pula jika ada orang yang datang kemudian, lalu menjadi makmum bagi orang yang posisinya lebih maju dari imam, maka salatnya adalah sah juga.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman