Perbedaan antara Masjid yang Diwakafkan dengan Mushala

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

Memperhatikan permohonan fatwa No. 1595 tahun 2008 yang berisi:
    Ada sejumlah ahli waris yang mendirikan sebuah mushalla di atas tanah warisan mereka dengan tujuan agar tanah itu dapat terjaga hingga tibanya waktu pendirian rumah di atasnya. Saat ini, mereka berencana untuk merobohkan mushala tersebut karena sudah tampak rapuh dan rusak. Selain itu, mereka juga berencana untuk mendirikan sebuah gedung bertingkat di atas tanah tersebut untuk dijadikan sebagai tempat tinggal dengan sebuah mushalla di lantai dasarnya, sedangkan mushalla tersebut telah diserahkan kepada departemen wakaf Mesir.
    Mohon penjelasan hukum syariat berkaitan dengan masalah ini?
Jawaban : Dewan Fatwa
    Terdapat perbedaan antara masjid yang diwakafkan kepada Allah dan antara mushalla atau tempat shalat, meskipun keduanya boleh dijadikan sebagai tempat pelaksanaan shalat dan disyaratkannya kesucian pada keduanya. 
    Masjid mempunyai hukum-hukum khusus yang berkaitan dengannya, seperti fungsinya tidak boleh diubah untuk keperluan lain, tidak boleh dimasuki oleh wanita yang sedang haid, dianjurkannya melakukan shalat Tahiyyatul Masjid ketika memasukinya dan lain sebagainya. Hal ini berbeda dengan mushalla atau tempat shalat lainnya yang tidak memiliki hukum-hukum tersebut meskipun diwakafkan untuk dijadikan tempat shalat. Disamping itu, yang menjadi standar hukum dalam syariat Islam adalah obyek pemilik nama bukan namanya itu sendiri.

    Dengan demikian, berdasarkan pertanyaan di atas, jika pemilik tanah tempat mushala tersebut telah mewakafkan atau menyumbangkan tanah tersebut untuk Allah SWT agar dijadikan masjid, maka mushalla itu bukan sekedar tempat shalat biasa, tapi telah berubah menjadi masjid baik tanahnya, bangunannya maupun ruang udara di atasnya. Sehingga tidak boleh mendirikan bangunan lain di atas masjid itu, karena ruang udara di atas masjid adalah bagian dari masjid itu. Istilah masjid itu tidak dapat hilang hanya karena lahan atau ukuran bangunannya yang kecil, sedikitnya jumlah jamaah yang shalat, tidak adanya fasilitas yang memadahi, bangunan itu belum sempurna, ataupun karena bangunan itu telah rusak. Oleh karena itu, ahli waris tersebut diharuskan menjaga tanah wakaf tersebut dan dilarang menghancurkan masjid tersebut atau mengambilnya kembali dari departemen wakaf. Karena, dengan diserahkannya masjid tersebut kepada departemen wakaf berarti ia telah menjadi barang wakaf.
    Seandainya lahan tersebut belum diwakafkan oleh pemiliknya untuk dijadikan masjid, atau bangunan itu hanya merupakan mushalla atau tempat khusus shalat yang pemiliknya masih akan mendirikan bangunan lain di atasnya, maka dalam keadaan ini mereka dibolehkan untuk menghancurkan bangunan itu dan menggantinya dengan bangunan lain dengan tempat shalat di lantai bawahnya.
    Sedangkan jika tanah tersebut telah diserahkan kepada departemen wakaf maka mereka tidak dapat mengambilnya kembali, karena tanah itu telah keluar dari kepemilikannya dan berubah menjadi milik Allah. Di samping itu, orang lain juga tidak boleh mengganggu-gugat kepemilikan tanah tersebut dengan cara apapun.
    Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman