Membuka Tempat Praktik bagi Calon Dokter (Dokter Muda)

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

onan fatwa nomor 910 yang berisi:
     Apakah calon dokter (dokter muda) yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik atau berlatih di salah satu rumah sakit boleh membuka praktik jika ia yakin tidak akan membahayakan pasien? Hal ini dikarenakan ia telah memiliki kapasitas yang dibutuhkan dalam bidang penyakit tertentu yang akan menjadi obyek praktiknya nanti. Perlu kami sampaikan juga bahwa selama masa kepaniteraan klinik, para dokter muda mempelajari berbagai jenis ilmu kedokteran yang dibagi dalam beberapa stase yang masing-masing memiliki masa pelatihan tertentu. Misalnya stase penyakit dalam adalah selama dua bulan, stase forensik satu bulan setengah, dan lain sebagainya. Apakah dokter muda itu boleh melakukan praktik pada bidang stase yang telah ia selesaikan?
 
Jawaban : Dewan Fatwa
    Dalam masyarakat modern saat ini, profesi dokter merupakan profesi yang diatur oleh peraturan dan undang-undang serta tidak boleh mengikuti kepentingan pribadi. Dalam kaidah syariat dinyatakan: Idzâ ta'âradhat al-mashlahah al-'âmah ma'al mashlahah al-khâshah quddimat al-mashlahah al-'âmah (Jika terjadi pertentangan antara kepentingan umum dan kepentingan pribadi, maka wajib didahulukan kepentingan umum). Dalam kaidah lain ditegaskan pula bahwa: Tasharrufât al-hâkim manûthah bil mashlahah (Tindakan seorang penguasa harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat). 
    Seseorang kadang merasa mampu untuk mengobati pasien, menjadi apoteker, kontraktor dan lain sebagainya yang berkaitan langsung dengan kepentingan umum, tapi penilaian pribadinya itu tidak dapat dijadikan standar dalam memutuskan masalah yang berkaitan dengan kepentingan umum itu. Ia tidak boleh menjadikan jiwa dan raga orang lain sebagai obyek percobaan dan predikisi-prediksinya.
    Seseorang harus menghormati semua makhluk, baik benda mati ataupun hewan, apalagi manusia yang ditelah dimuliakan Allah sebagaimana dalam firman-Nya,
"Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam". (Al-Isrâ`[17]: 70).
Dan Rasulullah saw. bersabda,

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Orang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari keburukan ucapan dan tangannya." (Muttafaq 'alaih).
Nabi saw. juga bersabda dalam haji Wada',
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
"Seorang muslim diharamkan melanggar darah, harta dan kehormatan muslim lain." (HR. Muslim dan lainnya).
    Di antara bentuk penghormatan seseorang terhadap manusia adalah tidak menjadikannya sebagai obyek percobaan yang didasarkan pada prediksi-prediksinya belaka, meskipun menurutnya apa yang akan dia lakukan kemungkinan besar adalah benar. Dalam menjalankan profesinya, seseorang harus tunduk pada kode etik profesinya tersebut yang menjadi pedoman hukum demi kemaslahatan umum. Di antara prinsip dasar dalam hal ini adalah kewajiban memberikan kemaslahatan yang terbaik dan menjauhi kemudaratan hingga kadar sekecil mungkin. Namun, setan selalu membisikkan kejahatan dalam diri manusia, sehingga seringkali ia melihat kepentingan pribadinya lebih utama, dan kepentingan umum pun terpinggirkan. Seandainya masalah ini diserahkan kepada prediksi-prediksi dan pertimbangan-pertimbangan pribadi, maka orang-orang yang tidak bertanggung jawab akan dengan mudah melanggar jiwa dan harta orang lain, sedangkan mereka mengira bahwa dengan semua tindakan itu mereka telah berbuat baik.
    Perlu diingat juga bahwa peradaban suatu bangsa dan kemajuan suatu komunitas manusia diukur dari penghormatan para individunya terhadap undang-undang yang ditetapkan demi kepentingan umum. Dan sebaliknya, kehancuran suatu bangsa dan masyarakat adalah disebabkan ketidaktundukan para individunya terhadap sistem masyarakat dan undang-undang yang berlaku.
    Dengan demikian, seorang mahasiswa fakultas kedokteran ataupun orang lain yang mungkin mempunyai kepandaian, pengalaman dan keilmuan yang lebih, tidak boleh melakukan profesinya di luar lingkup undang-undang dan kode etik profesi yang berlaku.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman