Memperhatikan permohonan fatwa nomor 432 tahun 2010 yang berisi:
Apa hukum tindakan seorang pekerja
(karyawan) yang meninggalkan pekerjaannya untuk melaksanakan shalat
tarawih pada saat-saat jam kerja? Apakah boleh menjatuhkan sanksi atas
pekerja tersebut? Apakah waktu shalat Tarawih masuk dalam jam kerja
resmi sehingga boleh melaksanakannya pada jam-jam tersebut? Perlu
diketahui, tempat bekerja kami adalah sebuah klub olah raga dan terdapat
shift malam yang berakhir pada pukul 12 malam.
|
||
|
||
Para karyawan dan pekerja merupakan orang-orang yang diupah untuk
melakukan pekerjaan tertentu pada waktu tertentu juga. Mereka telah
sepakat untuk melakukan suatu pekerjaan dan mengambil upah dari
pekerjaan tersebut. Upah ini merupakan imbalan bagi kesediaan mereka
untuk menetap dan menyediakan waktu untuk melakukan pekerjaan itu.
Mereka tidak boleh melakukan pekerjaan lain yang dapat mengurangi waktu
kerja mereka dan mempengaruhi kualitas kinerja mereka selama tidak ada
kesepakatan mengenai pengurangan waktu kerja tersebut. Hal ini
dikecualikan dengan hal-hal yang menurut kebiasaan umum boleh dilakukan
selama melaksanakan pekerjaan tersebut. Juga dikecualikan dengan
pelaksanaan shalat wajib dan shalat rawatib yang menyertainya serta
hal-hal yang harus dilakukan sebelumnya, seperti bersuci. Jika seorang
pekerja menggunakan waktunya untuk hal lain di luar pekerjaan yang telah
ia sepakati dengan orang mengupahnya, maka ia dianggap telah melanggar
kesepakatan itu, sehingga ia layak dihukum baik secara syarak maupun
menurut kebiasaan yang berlaku. Hal itu karena seorang mukmin harus
melaksanakan kesepakatan yang telah ia setujui.
Al-'Allamah al-Bujairami asy-Syafi'i dalam hasyiyah-nya atas kitab Syarh Minhajith-Thullâb
karya Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, berkata, "Waktu yang
digunakan untuk melakukan shalat lima waktu, bersuci sebelumnya, shalat
sunah rawatib, makan dan membuang hajat adalah waktu-waktu yang
dikecualikan dalam akad sewa atau upah. Sehingga, seseorang yang disewa
(pekerja upahan) diperbolehkan untuk melaksanakan shalat di tempat ia
bekerja atau di masjid jika durasi waktu pelaksanaan shalat di tempat ia
bekerja dan di masjid adalah sama. Jika tidak, maka ia harus
melaksanakan shalat di tempat ia bekerja."
Di samping itu, apabila suatu
perbuatan wajib dan perbuatan sunah saling bertentangan, maka perbuatan
wajib harus didahulukan. Semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawab
para pekerja atau karyawan merupakan kewajiban yang harus mereka
laksanakan berdasarkan kesepakatan (akad) yang mereka capai dengan pihak
pemberi pekerjaan. Oleh karena itu, mengabaikan pekerjaan tersebut dan
sibuk dengan hal lain meskipun melakukan ibadah sunah adalah haram,
karena hal tersebut merupakan penggunaan waktu untuk selain pekerjaan
yang wajib dilakukan pada waktu itu. Keharaman ini berlaku selama
tindakan tersebut tidak diizinkan berdasarkan peraturan yang ada.
Ketetapan hukum ini mengingat hak-hak Allah berdiri di atas prinsip
toleransi, sedangkan hak-hak manusia berdiri di atas prinsip ketegasan
dan tanpa kompromi.
Hukum shalat Tarawih adalah sunah,
bukan wajib, sehingga orang yang meninggalkannya tidaklah berdosa.
Sehingga ia dianggap berdosa jika meninggalkan sebuah kewajiban karena
melakukan shalat Tarawih yang sunah tersebut. Hal tersebut seperti
seseorang yang membaca Alquran hingga beakhir waktu shalat wajib yang
belum ia laksanakan. Kesimpulan masalah ini adalah bahwa seseorang
diwajibkan beribadah kepada Allah berdasarkan keinginan-Nya, bukan
keinginan dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia tidak boleh mendahulukan
hal-hal yang sunah atas hal-hal yang wajib. Begitu pula tidak boleh
menjadikan perbuatan sunah sebagai alasan untuk meninggalkan perbuatan
wajib, baik yang ditetapkan berdasarkan syarak, kesepakatan dengan orang
lain ataupun kebiasaan umum yang berlaku.
Dengan demikian, berdasarkan
pertanyaan di atas, selama memiliki kewajiban untuk bekerja pada
saat-saat jam kerja resmi, maka seorang pekerja tidak boleh meninggalkan
pekerjaannya dalam rentang waktu tersebut dengan alasan melaksanakan
shalat Tarawih. Adapun yang dibolehkan adalah melaksanakan shalat wajib
dan semua persiapannya. Mengenai sanksi bagi pekerja yang melanggar,
maka yang menjadi acuan adalah peraturan yang berlaku dalam institusi
yang bersangkutan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariat Islam.
Seorang muslim dapat melaksanakan
shalat dengan jumlah rakaat yang ia inginkan sesuai kemampuannya pada
waktu malam hari baik itu sendiri maupun berjamaah. Dengan ini ia
dianggap telah melaksanakan sunah shalat malam atau Tarawih. Jika ia
tidak dapat melaksanakan shalat pada malam hari, maka ia boleh
melaksanakannya pada siang hari setelah terbit matahari dan meninggi
sekitar satu tombak (sekitar 20 menit) hingga menjelang waktu shalat
Zhuhur. Hal itu karena Nabi saw. jika tidak sempat melaksanakan shalat
malam maka beliau akan mengqadhanya pada siang harinya dalam rentang
waktu yang sama.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Melakukan Shalat Tarawih Ketika Jam Kerja
Melakukan Shalat Tarawih Ketika Jam Kerja
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar