Haji untuk Orang Sakit yang Tidak Mampu Bergerak

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

Memperhatikan permintaan fatwa No. 2190 tahun 2006 yang berisi:
    Istri saya menderita penyakit yang sangat kronis di tulung punggungya. Sebagian tulang punggungnya sudah benar-benar kropos dan sebagian bergeser dari tempatnya. Ia tidak mampu untuk bergerak, tapi ia mempunyai keinginan untuk melaksanakan haji. Apakah saya boleh menghajikan atas nama dirinya? Perlu diketahui bahwa saya telah melakukan ibadah haji sebelumnya.
Jawaban : Dewan Fatwa
    Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa ada seorang wanita cantik dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah saw.. Wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban haji telah berlaku pada ayah saya yang sudah tua renta. Dia sudah tidak mampu menunggang tunggangan. Apakah saya bisa menunaikan haji untuknya?" Maka Rasulullah saw. menjawab, "Ya, bisa. Lakukanlah haji untuk ayahmu." (HR. Bukhari, Ahmad dan banyak penyusun kitab hadis lainnya).
    Orang yang tidak mampu bertahan di atas kendaraan sehingga tidak memungkinkan baginya untuk sampai ke Tanah Suci dalam istilah fikih disebut al-ma'dhûb. Menurut jumhur ulama, orang dalam kondisi ini wajib dihajikan atas nama dirinya jika ia mempunyai harta melebihi hutangnya dan melebihi nafkah yang menjadi kewajibannya untuk orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
    Dalam hal ini orang yang ma'dhûb cukup memberikan biaya perjalanan haji kepada orang yang akan melaksanakan ibadah haji atas nama dirinya. Atau tanpa mengeluarkan uang sama sekali jika ada orang yang bersedia menghajikan dirinya tanpa meminta biaya sedikitpun. Dalam keadaan kedua ini, tidak disyaratkan adanya harta yang dimiliki oleh yang sakit tersebut. Sedangkan orang yang menghajikan ini harus telah melaksanakan ibadah haji untuk dirinya sendiri. Namun jika orang yang sakit ini dapat sampai ke Tanah Suci meskipun harus digendong, maka ia tidak boleh dihajikan oleh orang lain, tapi harus tetap melaksanakannya sendiri.
    Dengan demikian, berdasarkan pertanyaan di atas, jika istri Anda masih mampu sampai ke Tanah Suci meskipun harus digendong maka ia tetap wajib melaksanakan haji sendiri. Jika tidak maka status hukumnya adalah orang yang ma'dhûb dan hajinya dilaksanakan oleh orang lain, baik oleh Anda sendiri ataupun orang lain dengan syarat-syarat yang telah disebutkan di atas.
    Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman