Memperhatikan permintaan fatwa No. 177 tahun 2009, yang berisi:
Di desa kami terdapat sebuah masjid
yang digunakan untuk menunaikan salat Jum'at. Masjid tersebut tidak
dapat menampung seluruh jamaah salat Jum'at karena ia terletak di
samping jalan umum. Tidak ada tempat kosong di sekitar masjid kecuali di
arah kiblat atau di depan masjid. Tempat kosong di depan masjid itu
adalah tempat untuk berwudu, tapi dapat menampung lebih dari lima puluh
orang. Perlu kami sampaikan bahwa pintu masjid itu terletak di arah
kiblat. Pertanyaan kami, apakah dalam kondisi ini salat orang yang
posisinya berada di depan imam adalah sah?
|
||
|
||
Menurut jumhur ulama dari mazhab Hanafi, Syafi'i dan Hambali, makmum
tidak boleh berdiri di depan imam. Makmum yang melakukan hal itu tidak
sah salatnya berdasarkan Sunnah Nabi saw. dalam melakukan salat jama'ah.
Hukum ini juga yang dapat dipahami dari makna imam secara bahasa yang
menunjukkan bahwa posisi imam harus berada di depan makmum.
Ibnu Qasim al-Ghazzi asy-Syafi'i dalam kitab Fath al-Qarîb al-Mujîb
syarah matan al-Ghâyah wat-Taqrîb menjelaskan, "Semua tempat di dalam
masjid yang di sana makmum melakukan salat mengikuti imam dan ia
mengetahui salat imam dengan melihatnya secara langsung atau melihat
sebagian shaf di depannya, maka itu cukup bagi keabsahannya dalam
mengikuti imam, selama posisinya itu tidak berada di depan imam. Jika
posisinya searah dengan imam dan posisi tumitnya lebih maju darinya,
maka salatnya tidak sah. Namun jika posisinya sejajar dengan imam maka
itu tidak masalah, namun disunahkan lebih mundur sedikit dari imam."
Sedangkan para ulama Mazhab Maliki
berpendapat bahwa hal itu dibolehkan namun hukumnya makruh, kecuali
dalam kondisi darurat maka hal itu dibolehkan tanpa adanya kemakruhan.
Dalam kondisi ini, menurut mereka, salat makmum tetap sah jika dapat
mengikuti gerakan imam dalam rukun-rukun salat. Hal ini berdasarkan
pendapat bahwa permasalahan ini tidak disinggung dalam nash, sehingga
masuk dalam kategori hal-hal yang dimaafkan. Keabsahan ini selama posisi
di depan imam itu tidak merusak salat makmum, yaitu jika posisi
tersebut menjadi penghalang baginya untuk mengikuti imam.
Penulis Mawâhib al-Jalîl Syarh Mukhtashar Khalîl menyatakan, "Cabang pembahasan: Pengarang kitab al-Madkhal
berkata, "Posisi makmum yang lebih maju dari imam dan jenazah
mengandung dua hal yang dimakruhkan. Yang pertama: ia lebih maju dari
imam, dan yang kedua: ia lebih maju dari jenazah". Berdasarkan hal ini,
maka posisi lebih maju dari jenazah adalah makruh saja dan salatnya
tetap sah, baik yang lebih maju dari jenazah adalah imam ataupun
makmum."
Penulis kitab al-Fawâkih ad-Dawânî 'alâ Risâlah Ibni Abi Zaid al-Qairawâni
berkata, "Dua catatan: Pertama: Dari apa yang telah kami jelaskan, maka
dapat diketahui bahwa urutan ini, demikian juga berdirinya makmum di
belakang imam, adalah sunah. Jika tidak dilakukan maka hukumnya makruh.
Hukum kemakruhan dalam posisi yang lebih maju dan sejajar dengan imam
adalah jika tidak ada darurat di dalamnya."
Dalam Hâsyiyah al-'Adawi 'alâ Syarh Kifâyah ath-Thâlib ar-Rabbâni, disebutkan, "Jika makmum lebih maju dari imam karena sempitnya masjid, maka itu dibolehkan tanpa adanya kemakruhan."
Yang menjadi standar dalam posisi
lebih maju, lebih mundur dan sejajar bagi orang yang berjamaah adalah
tumit bagi orang yang salat sambil berdiri, pantat bagi orang yang salat
sambil duduk dan sisi badan bagi orang yang salat sambil berbaring.
Kaidah syarak menyatakan bahwa
barang siapa diuji harus melakukan sesuatu yang diperselisihkan maka
hendaknya dia mengikuti orang yang membolehkannya.
Dengan penjelasan ini dan
berdasarkan pertanyaan, maka jamaah yang terlambat datang ke masjid lalu
mendapati masjid sudah penuh sehingga dia tidak mendapatkan tempat di
dalamnya, maka hendaknya dia salat di luar masjid dengan mencari tempat
yang posisinya di belakang imam atau minimal sejajar dengannya.
Hendaknya dia tidak lebih maju dari imam, kecuali jika tidak menemukan
tempat sama sekali untuk salat di belakangnya atau sejajar dengannya.
Hal ini juga dengan syarat dia dapat mengikuti imam dalam
gerakan-gerakan rukun salat dan berniat mentaklid pendapat para ulama
Malikiyah. Jika semua hal itu dilakukan maka salatnya adalah sah, tanpa
ada kekurangan sama sekali. Begitu pula, jika ada orang yang datang
kemudian, lalu menjadi makmum bagi orang yang posisinya lebih maju dari
imam, maka salatnya adalah sah juga.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar