Jawaban :
Aksi
pengeboman yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai belahan dunia
terbagi menjadi dua. Pertama, aksi pengeboman yang terjadi di negara
non muslim, seperti aksi pengeboman yang pernah terjadi di London dan
Madrid. Dan kedua, aksi pengeboman yang terjadi di negara muslim,
seperti yang terjadi di Pakistan, Saudi Arabia, Mesir, Maroko dan lain
sebagainya. Kedua jenis aksi pengeboman ini tidak diragukan
keharamannya secara syarak dengan beberapa alasan.
Pertama: Pelanggaran terhadap nash syarak
Bentuk
pelanggaran ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, aksi
pengeboman itu mengakibatkan terbunuhnya kaum muslimin yang tidak
bersalah. Padahal syariat Islam sangat memuliakan jiwa seorang muslim
dan mengancam dengan keras segala bentuk tindakan yang mengakibatkan
kematiannya tanpa alasan yang benar. Allah berfirman,
"Dan
barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja, maka
balasannya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya." (An-Nisâ` [4]: 93).
Dan Allah berfirman,
"Oleh
karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuannya.
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(keterangan-keterangan) yang jelas, kemudian banyak di antara mereka
sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di
muka bumi." (Al-Mâidah [5]: 32).
Imam Nasa`i meriwayatkan dari Abdullah bin Amr –radhiyallahu 'anhumâ— bahwa Nabi saw. bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
"Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan dengan terbunuhnya seorang muslim."
Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Ibnu Umar –radhiyallahu 'anhumâ--, dia berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. melakukan thawaf di Ka'bah dan berkata,
مَا
أَطْيَبَكِ وَأْطَيَبَ رِيْحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ،
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ
عِنْدَ اللهِ حُرْمَةً مِنْكَ؛ مَالُهُ وَدَمُهُ وَأَنْ نَظُنَّ بِهِ
إِلاَّ خَيْرًا
"Sungguh
harum dirimu dan sungguh semerbak harum baumu. Sungguh agung dirimu
dan sungguh agung kemuliaanmu. Demi Zat yang menggenggam jiwa
Muhammad, sungguh kemuliaan seorang mukmin lebih agung daripada
kemuliaanmu; hartanya, darahnya dan tidak berprasangka kepadanya
kecuali dengan prasangka yang baik."
Kedua,
aksi-aksi pengeboman ini bertujuan membunuh dan menyakiti orang asing
yang berada di suatu negara. Tindakan ini mengandung unsur
pengkhianatan dan merusak perjanjian. Orang-orang non muslim yang masuk
ke wilayah kaum muslimin dengan cara yang sah secara hukum
perundang-undangan dan syariat Islam adalah orang yang mendapatkan
jaminan keamanan (al-musta'man)
sehingga harus dilindungi baik jiwa, harta maupun kehormatannya.
Pemberian jaminan adalah salah satu bentuk akad atau perjanjian yang
dibenarkan secara syarak. Semua bentuk tindakan yang dianggap
mengganggu jiwa, harta atau kehormatan orang yang mendapat jaminan
dianggap pelanggaran terhadap perjanjian dan akad itu. Pelanggaran ini
dilarang dan tidak dibenarkan dalam syariat sebagaimana yang ditegaskan
oleh nash-nash syarak. Diantaranya adalah firman Allah,
"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu." (Al-Mâidah [5]: 1),
Dalam Shahîh-nya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,
أَرْبَعٌ
مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ
خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى
يَدَعَهَا: إِذَا اْؤتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا
عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
"Ada
empat hal yang jika terkumpul pada diri seseorang maka dia menjadi
seorang munafik sejati. Jika salah satu saja dari keempat hal itu
terdapat pada diri seseorang maka dia memiliki sebagian sifat munafik
sampai dia meninggalkannya. (Yaitu) jika dipercaya dia berkhianat,
jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia tidak menepati dan jika
berselisih dia bersikap jahat (curang)."
Ibnu Majah meriwayatkan dari Amr bin al-Hamq al-Khuza'I r.a., dia berkata, "Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ أَمِنَ رَجُلاً عَلَى دَمِهِ فَقَتَلَهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ لِوَاءَ غَدْرٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang
siapa yang memberi jaminan keamanan bagi seseorang atas darahnya
(jiwanya) lalu ia membunuhnya maka pada hari Kiamat kelak dia akan
membawa panji pengkhianatan."
Dalam riwayat al-Baihaqi dan ath-Thayalisi dinyatakan:
إِذَا
أَمِنَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ عَلَى نَفْسِهِ ثُمَّ قَتَلَهُ فَأَنَا
بَرِيْءٌ مِنَ الْقَاتِلِ وَإِنْ كَانَ الْمَقْتُوْلُ كَافِرًا
"Jika
seseorang memberi jaminan keamanan kepada orang lain atas jiwanya,
lalu dia membunuh lelaki itu, maka aku berlepas diri dari si pembunuh
meskipun yang dibunuh adalah orang kafir."
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu 'anhu— bahwa Nabi saw. bersabda,
ذِمَّةُ
الْمُسْلِمِيْنَ وَاحِدَةٌُ، يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ، فَمَنْ
أَخْفَرَ مُسْلِماً فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِيْنَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفاً
وَلاَ عَدْلاً
"Jaminan
keamanan kaum muslimin adalah satu. Orang yang paling rendah dapat
memberikan jaminan itu. Barang siapa yang mengkhianati jaminan yang
diberikan seorang muslim maka dia akan mendapatkan laknat dari Allah,
para malaikat dan seluruh manusia. Pada hari Kiamat Allah tidak akan
menerima sedikitpun amalnya."
Maksud
dari kata "rendah" pada kalimat "orang yang paling rendah dapat
memberikan jaminan itu" adalah rendah derajat atau jumlah yang
sedikit. Sehingga, jika ada seorang muslim memberikan jaminan keamanan
–apalagi jika orang tersebut adalah penguasa—maka tidak ada seorang pun
dari kaum muslimin lain yang boleh melanggarnya.
Ketiga,
aksi peledakan bom ini juga menyebabkan terbunuhnya orang-orang yang
lengah. Abu Daud dan Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah –radhiyallahu 'anhu—, dia berkata, "Rasulullah saw. bersabda,
لاَ يَفْتُكُ الْمُؤْمِنُ، اْلإِيْمَانُ قَيْدُ الْفَتْكِ
"Seorang
mukmin tidak boleh menyerang lawan yang sedang lengah. Iman adalah
pencegah penyerangan terhadap lawan yang sedang lengah."
Ibnu Atsir dalam an-Nihâyah berkata, "Al-Fatk
adalah orang yang menyerang orang lain yang sedang lengah lalu
membunuhnya." Dengan demikian, maksud dari hadits ini adalah keimanan
seseorang mencegahnya untuk melakukan penyerangan terhadap pihak yang
lengah (al-fatk), sebagaimana sebuah ikatan (al-qayd)
mencegah seseorang untuk berbuat sesuatu, karena perbuatan tersebut
mengandung muslihat dan tipuan. Lafal hadits: "Seorang mukmin tidak
boleh menyerang lawan yang sedang lengah", adalah kalimat berita namun
bermakna larangan.
Kaum
muslimin generasi pertama mengetahui dan memahami nilai-nilai
kemanusiaan ini dengan sangat baik sehingga kisah mereka menjadi contoh
teladan yang dicatat oleh tinta sejarah. Diantara kisah itu adalah
kisah Khubaib al-Anshari yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahîh-nya.
Diceritakan bahwa Khubaib dan Ibnu Datsinah ditawan oleh kaum
musyrikin. Lalu Khubaib dijual di Mekah dan dibeli oleh keluarga
al-Harits bin 'Amir bin Naufal bin Abdu Manaf.
Khubaib adalah orang yang telah membunuh al-Harits bin 'Amir ketika
perang Badr. Maka, Khubaib pun ditawan oleh keluarga al-Harits bin
'Amir tersebut. Pada suatu hari, Khubaib meminjam sebuah pisau kecil
untuk membersihkan bulunya pada salah seorang anak perempuan
al-Harits. Setelah Khubaib menerima pisau itu, dia memanggil anak
lelaki perempuan itu tanpa sepengetahuan ibunya. Ketika perempuan itu
melihat Khubaib sedang memangku anaknya di pahanya dan di tangannya
terdapat pisau, dia terperanjat dan ketakutan. Maka Khubaib pun
berkata, "Kamu takut kalau aku membunuh anak ini? Aku tidak akan
melakukan itu." Anak perempuan al-Harits itupun lalu berkata, "Demi
Allah, aku tidak pernah melihat seorang tawanan sebaik Khubaib."
Khubaib
ketika itu merupakan seorang tawanan yang sedang menunggu
kematiannya. Meskipun demikian, di saat memiliki kesempatan untuk
melukai hati para musuhnya dengan membunuh anak mereka, namun dia
tidak melakukan hal itu. Hati seorang muslim tidak berisi muslihat dan
niat jelek, seperti menyerang secara mendadak terhadap orang-orang
yang lengah.
Kedua: Bertentangan dengan Tujuan Umum Syariat (Maqâshid Syarîah)
Syariat
yang mulia menegaskan kewajiban untuk menjaga lima hal yang
disepakati oleh semua agama, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan dan
harta. Kelima hal ini dinamakan juga Lima Tujuan Umum Syariat (Maqâshid asy-Syarîah al-Khamsah).
Dapat
dipastikan bahwa aksi peledakan bom tersebut bertentangan dengan
konsep maqashid syariah ini, terutama konsep perlindungan terhadap
jiwa. Apabila orang yang terbunuh adalah pelaku aksi bom bunuh diri
yang ingin membunuh dirinya sendiri dan orang lain secara zalim, maka
dia masuk dalam sabda Rasulullah saw.,
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang
siapa yang membunuh dirinya dengan suatu benda di dunia, maka dia
akan diazab dengan benda itu di hari Kiamat." (HR. Abu Awanah dalam al-Mustakhraj dari hadis Tsabit bin Dhahhak r.a.).
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,
مَنْ
قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيْدَةٍ فَحَدِيْدَتُهُ فِيْ يَدِهِ يَتَوَجَّأُ
بِهَا فِيْ بَطْنِهِ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا
أَبَدًا، وَمَنْ شَرِبَ سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ
فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا، وَمَنْ
تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِيْ نَارِ
جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا
"Barang
siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka kelak di neraka
Jahannam besi itu akan ada di tangannya dan dia akan
menusuk-nusukkannya ke perutnya untuk selama-lamanya. Barang siapa
yang meminum racun sehingga dia mati, maka kelak di neraka Jahannam
dia akan meminum racun itu untuk selama-lamanya. Dan barang siapa
melemparkan dirinya dari atas gunung sehingga dia mati, maka kelak di
neraka Jahannam dia akan melemparkan dirinya untuk selama-lamanya."
Di dalam Syarh Shahîh Muslim,
Imam Nawawi memberi judul bab yang menghimpun hadits ini dengan
redaksi Bab Kerasnya Larangan Bunuh Diri dan Barang Siapa yang
Melakukannya dengan Suatu Benda Tertentu maka Dia akan Diazab di
Neraka dengan Benda Tersebut.
Jika
korban yang terbunuh adalah orang lain yang muslim, maka aksi
peledakan bom itu termasuk pembunuhan sengaja yang merupakan dosa
besar, tidak ada dosa yang lebih besar darinya setelah dosa kekafiran.
Bahkan, para sahabat dan para ulama setelahnya berbeda pendapat
mengenai diterima atau tidaknya taubat pelaku pembunuhan ini.
Jika
korban yang terbunuh itu adalah non muslim, apabila pembunuhan
tersebut terjadi di negeri kita maka korban itu termasuk orang yang
mendapatkan jaminan keamanan (al-musta`man).
Jika pembunuhan tersebut terjadi di negara non muslim yang terbunuh,
maka statusnya merupakan penduduk setempat yang dalam keadaan tidak
siap siaga dan tidak bersalah. Dalam semua keadaan di atas, seluruh
keselamatan jiwa manusia yang menjadi korban pengeboman itu dilindungi
dan tidak boleh disakiti.
Aksi
pengeboman ini pun bertentangan dengan konsep perlindungan terhadap
harta. Karena sudah dipastikan bahwa aksi itu berdampak pada rusaknya
harta benda, infrastruktur dan fasilitas umum dan barang pribadi milik
orang lain. Merusak harta benda merupakan tindakan yang diharamkan
dalam syariat, apalagi jika harta tersebut bukan milik pelaku
pengrusakan, seperti yang terjadi dalam aksi pengeboman ini. Oleh karena
itu, aksi pengeboman selain merupakan pelanggaran terhadap larangan
syariat, juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak makhluk.
Ketiga: Menyebabkan kerusakan
Tujuan
yang diinginkan syariah adalah mendatangkan kemaslahatan dan
menyempurnakannya serta mencegah kemudaratan dan membuangnya. Orang yang
berakal tidak sulit untuk mengetahui dampak negatif dari aksi
destruktif ini terhadap kaum muslimin di seluruh dunia. Salah satunya
adalah pemanfaatan permasalahan ini oleh kekuatan-kekuatan asing untuk
melakukan intervensi terhadap urusan interen negara-negara Islam,
mendiktenya serta mengeksploitasi dan merampas ragam kekayaannya.
Semua itu dilakukan dengan alasan memerangi terorisme, menjaga
stabilitas ekonomi atau membebaskan rakyat yang tertindas. Oleh karena
itu, barang siapa membantu kekuatan-kekuatan asing tersebut dalam
mencapai tujuannya dengan melakukan tindakan-tindakan bodoh, maka dia
telah membuka pintu bencana dan malapetaka bagi kaum muslimin.
Tindakan bodoh itu juga berarti membuka peluang bagi musuh untuk
menguasai negeri-negeri muslim, mendukung penistaan terhadap kaum
muslimin dan melemahkan kekuatan mereka. Ini tentu saja merupakan
salah satu kejahatan yang sangat berat.
Dampak
negatif lain dari tindakan keji dan menyimpang dari ajaran Islam ini
adalah semakin gencarnya isu dan tuduhan tidak benar yang diarahkan
para musuh Islam terhadap agama ini. Dengan isu itu mereka ingin
merusak wajah Islam dengan menyebutnya sebagai agama kejam dan sadis
yang hanya ingin menguasai seluruh bangsa di dunia dan menebar
kerusakan di muka bumi. Semua efek negatif ini tentu saja bertentangan
dengan nilai-nilai agama Allah.
Selain
itu, aksi pengeboman itu juga menyebabkan kaum muslimin di beberapa
negara asing mendapatkan gangguan, tekanan dan berbagai kesulitan dari
pihak-pihak yang fanatik. Sehingga jiwa, harta benda, kehormatan dan
keluarga mereka dilecehkan dan disakiti. Sehingga terkadang sebagian
mereka terpaksa menyembunyikan identitas agamanya atau tidak melakukan
beberapa ritual agamanya demi menghindari gangguan-gangguan itu.
Semua ini disebabkan oleh tindakan tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh sejumlah orang bodoh atau berpura-pura bodoh yang
mengira bahwa tindakan mereka itu dapat memberikan keuntungan dan
manfaat bagi Islam. Justru, dengan tindakan itu, sesungguhnya mereka
telah menuruti keinginan setan dan memberikan keuntungan kepadanya.
Para
ulama menegaskan bahwa jika sebuah kemaslahatan bertentangan dengan
kemudaratan maka mencegah terjadinya kemudaratan itu lebih diutamakan
daripada mencapai kemaslahatan. Pernyataan ulama ini berkaitan dengan
kemaslahatan yang dipastikan dapat terwujud, maka bagaimana jika
kemaslahatan itu hanya merupakan angan-angan belaka atau bahkan tidak
akan mungkin terjadi sama sekali?
Adapun
apa yang dinyatakan oleh para pengacau yang tertipu itu bahwa semua
aksi mereka masuk dalam jihad dan penghancuran kekuatan musuh, bahkan
ada sebagian yang menamakannya sebagai tindakan menyerang musuh, maka
hal itu adalah pemahaman yang keliru. Jihad yang dilegalkan oleh Islam
adalah jihad yang berada di bawah panji dan izin penguasa, karena
jika tidak demikian maka akan terjadi kekacauan dan pertumpahan darah
tanpa sebab yang benar dengan alasan pelaksanaan jihad.
Di dalam Islam, jihad mempunyai dua tujuan. Pertama, membela kaum muslimin. Allah berfirman,
"Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Baqarah [2]: 190).
Kedua,
membela kebebasan seseorang untuk memeluk Islam atau tetap berada
dalam keyakinannya. Kita diperintahkan untuk memerangi pemaksaan dalam
berkeyakinan sampai hilang dari masyarakat, sehingga mereka dapat
memilih agama mereka secara bebas. Allah berfirman,
"Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim." (Al-Baqarah [2]: 193).
Sudah
jelas bahwa jihad yang bertujuan untuk mencapai dua maksud ini tidak
mungkin terwujud kecuali dengan melawan musuh yang datang dari luar.
Adapun
melakukan tindakan pembunuhan, menebar teror dan melakukan
pengrusakan terhadap harta benda dalam komunitas muslim, sebagaimana
yang terjadi pada aksi-aksi pengeboman di negeri-negeri muslim, maka
para ulama menamakannya sebagai al-hirâbah. Al-Hirâbah adalah melakukan kekacauan dan kerusakan di bumi. Pelaku hirâbah layak
dihukum dengan hukuman terberat dalam hudud, karena tindakannya
merupakan aksi pengrusakan secara terencana dan terorganisir yang
sangat merugikan masyarakat. Allah berfirman,
"Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya
dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik,
atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar." (Al-Mâidah [5]: 33).
Aksi
seperti ini juga tidak boleh dilakukan di negara-negara dan komunitas
non muslim, meskipun seandainya benar-benar terjadi perang dengan
mereka. Seandainya terjadi peperangan maka pembunuhan secara umum
tidak dapat dibenarkan, karena tidak dibenarkan membunuh para wanita
yang tidak ikut memerangi, anak-anak, orang tua dan para pekerja yang
tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan. Allah berfirman,
"Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas." (Al-Baqarah [2]: 190).
Imam
Thahir bin 'Asyur dalam kitab tafsirnya menukil dari Ibnu Abbas, Umar
bin Abdul Aziz dan Mujahid bahwa ayat ini tetap berlaku dan tidak
dimansukh (dibatalkan hukumnya). Ibnu 'Asyur berkata, "Karena maksud
"orang-orang yang memerangi kamu" adalah orang-orang yang siap
memerangi kalian, maka maksudnya janganlah membunuh orang tua, kaum
perempuan dan anak-anak."
Imam
Ahmad meriwayatkan dari al-Mirqa' bin Shaifi dari kakeknya, Rabah bin
Rabi' –saudara Hanzhalah al-Katib—, dia menceritakan bahwa pada suatu
ketika dia berangkat bersama Rasulullah saw. dalam sebuah
perperangan. Di barisan terdepan pasukan terdapat Khalid bin Walid.
Lalu Rabah dan para sahabat Rasulullah saw. yang lain menemukan
seorang perempuan yang terbunuh oleh pasukan barisan depan. Mereka
kemudian berhenti dan memperhatikannya. Mereka tampak kagum dengan
paras perempuan itu. Kemudian Rasulullah saw. datang dan mereka pun
minggir untuk memberi jalan kepada beliau. Beliau berhenti lalu
berkata, "Perempuan ini tidaklah ikut berperang." Lalu beliau berkata
kepada salah seorang di antara kami, "Temui Khalid dan katakan padanya
agar jangan sekali-kali membunuh anak-anak dan pekerja yang tidak ada
kaitannya dengan peperangan."
Imam
Nawawi dalam Syarh Muslim berkata, "Para ulama berijmak mengenai
keharaman membunuh kaum perempuan dan anak-anak jika mereka tidak ikut
berperang."
Jika
kita menganggap bahwa illat (sebab hukum) dari tindakan memerangi
pihak lain adalah adanya sikap memerangi dari mereka, maka orang-orang
yang tidak ikut memerangi dimasukkan ke dalam golongan yang tidak
boleh dibunuh yang disebutkan oleh nash-nash syariah, seperti orang
buta, orang yang sakit kronis, idiot (lemah mental), petani dan lain
sebagainya. Merekalah yang disebut dengan warga sipil dalam istilah
modern. Oleh karena itu, tidak boleh menyakiti mereka dan merusak
harta benda mereka apalagi membunuh mereka, karena membunuh warga
sipil termasuk dosa besar.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar