ntaan fatwa No. 1776 tahun 2005, yang berisi:
Mohon penjelasan mengenai hukum adopsi anak.
|
||
|
||
Islam menganjurkan umatnya untuk mengasuh, mendidik dan berbuat baik
terhadap anak yatim. Bahkan, Nabi saw. menjamin orang yang mengasuh anak
yatim akan tinggal bersamanya di surga. Beliau bersabda,
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ
"Aku dan pengasuh anak yatim seperti ini dalam surga."
Beliau bersabda demikian sembari memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah beliau. (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Muslim,
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ
"Aku dan pengasuh anak yatim, baik dari kerabatnya atau kerabat orang lain, di surga seperti ini."
Nabi saw. juga menjanjikan surga bagi
orang yang mengikutsertakan anak yatim dalam makan dan minum
bersamanya. Beliau bersabda,
مَنْ ضَمَّ يَتِيْمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ
مُسْلِمَيْنِ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَنْهُ
وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ الْبَتَّةَ
"Barang siapa yang mengikutsertakan anak yatim yang kedua orang tuanya muslim dalam makan dan minumnya sampai anak itu tidak membutuhkannya lagi (mandiri), maka orang itu pasti berhak mendapatkan surga." (HR. Ahmad).
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., bahwa Nabi saw. juga bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ الْبُيُوْتِ إِلَى اللهِ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ مُكَرَّمٌ
"Rumah yang paling dicintai oleh Allah adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang dimuliakan." (HR. Thabrani).
Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah saw. bersabda,
السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ
وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ -وَأَحْسِبُهُ
قَالَ:- وكَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ، وَكَالصَّائِمِ لاَ يُفْطِرُ
"Orang yang membantu janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah." --(Perawi hadis berkata:) "Sepertinya beliau juga mengatakan, -- "Dan seperti orang melakukan salat malam yang tidak pernah letih dan seperti orang berpuasa yang tidak pernah berbuka." (Muttafaq alaih).
Dengan demikian, mengangkat anak
(adopsi) dengan maksud mengasuhnya tanpa menjadikannya sebagai anak asli
dan tidak menisbatkannya kepada orang tua angkat adalah dianjurkan
dalam Islam. Sedangkan jika yang dimaksud dengan mengangkat anak
(adopsi) di sini adalah menjadikan anak orang lain sebagai anaknya, maka
Islam mengharamkannya.
Hal itu berdasarkan firman Allah,
"Dan Dia tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah
perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan
dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat
itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil
pada sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka
(panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu." (Al-Ahzâb: 4-5).
Islam memerintahkan orang yang
mengasuh anak yatim agar tidak menisbatkan nasab anak itu kepadanya,
tapi kepada bapak aslinya jika diketahui. Jika bapak anak itu tidak
diketahui, maka anak itu dipanggil dengan sebutan maula atau saudara
seagama. Dengan ketetapan ini, Islam melarang orang-orang untuk
mengganti kebenaran. Islam juga menjaga hak-hak para ahli waris agar
tetap utuh tanpa adanya pengurangan. Selain itu, hal ini juga mencegah
terjadinya interaksi bebas dan berdua-duan (khalwat) antara orang-orang
yang bukan mahram yang biasanya terjadi antara anak angkat tersebut
dengan orang yang mengadopsinya, atau saudara dan kerabat angkatnya yang
bukan mahramnya. Hal ini merupakan kesalahan fatal yang mempunyai
dampak negatif luas yang hanya diketahui oleh Allah.
Dengan demikian, tanggung jawab dalam
pengasuhan anak orang lain adalah sama dengan tanggung jawab dalam
pengangkatan anak (adopsi), kecuali pengubahan nasab yang dilarang oleh
Islam.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar