honan fatwa No. 842 tahun 2006 yang berisi:
Apa saja kewajiban seorang perempuan setelah ditalak karena tuntutannya (khulu')?
|
||
|
||
Khulu' adalah pembatalan ikatan pernikahan dengan memberikan imbalan
dan menggunakan kata khulu' (gugat cerai). Khulu' dibolehkan oleh para
ulama baik yang dahulu maupun yang belakangan. Dalil kebolehannya adalah
firman Allah dalam Alquran,
"Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya." (Al-Baqarah: 229).
Begitu juga, hadis Ibnu Abbas ra.
bahwa istri Tsabit bin Qais mendatangi Rasulullah saw. dan berkata,
"Wahai Rasulullah, saya tidak mencela Tsabit bin Qais karena akhlak
maupun agamanya, tapi saya khawatir terjadi hal-hal yang membuat saya
menjadi kafir." Maka Rasulullah saw. bersabda, "Apakah kamu rela untuk mengembalikan kebun yang ia berikan?" "Ya," jawabnya. Beliau lalu bersabda kepada Tsabit bin Qais, "Terimalah kebun itu dan ceraikanlah dia." (HR. Bukhari).
Dalam syariat Islam ditegaskan bahwa
kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama dapat menjadi
dalil syarak yang diakui. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan
dari Ibnu Mas'ud r.a.,
مَا رَآهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ
عِنْدَ اللهِ تَعَالَى حَسَنٌ، وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا
فَهُوَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى قَبِيْحٌ
"Apa yang dianggap oleh kaum muslimin sebagai suatu kebaikan, maka hal itu adalah baik menurut Allah SWT. Dan apa yang dianggap oleh kaum muslimin suatu kejelekan, maka hal itu adalah jelek menurut Allah SWT." (HR. Ahmad).
Dengan demikian, seorang istri yang
menuntut cerai dari suaminya harus mengembalikan mahar yang diberikan
kepadanya. Ia juga harus menggugurkan hak-haknya di masa mendatang,
seperti hak nafkah selama iddah, nafkah mut'ah (nafkah untuk istri yang
dicerai tanpa alasan setelah masa iddah) dan mahar yang belum sempat
terbayar.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar