Aborsi Kandungan Karena Darurat

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

honan fatwa No. 2119 tahun 2003, yang berisi:
    Pemerintah Cina mengeluarkan undang-undang berkaitan dengan jumlah anak bagi bangsa Turkistan yang menjadi warga negara Cina. Jika ia adalah seorang petani atau tukang kayu, maka ia boleh memiliki anak hingga tiga orang dalam waktu sembilan tahun. Jika mempunyai anak lebih dari itu atau melahirkan secara berturut-turut, maka dia harus membayar denda yang berat. Adapun jika ia adalah seorang pegawai, maka ia hanya boleh memiliki dua orang anak dalam waktu enam tahun.
    Berkaitan dengan itu, ada salah satu pasangan suami-istri yang bekerja sebagai pegawai telah dikaruniai dua orang anak. Namun, saat ini sang istri hamil kembali. Akhirnya, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memecat keduanya dari pekerjaannya jika kandungan sang istri tidak digugurkan. Usia janin itu baru tiga bulan setengah. Maka, apakah boleh menggugurkan kandungan tersebut karena khawatir akan dipecat dari pekerjaan, sedangkan mereka tidak mempunyai pekerjaan lain sebagai sumber penghidupan?
Jawaban
    Jika kondisinya seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, yaitu pemerintah akan mengeluarkan keputusan pemecatan bagi suami istri tersebut jika tidak menggugurkan kandungannya yang telah berusia tiga bulan setengah, padahal pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya sumber penghidupan bagi keduanya, maka kami menfatwakan sebagai berikut:
    Syariat menetapkan bahwa kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang. Jika pasangan suami istri tersebut terpaksa harus menggugurkan kandungan demi mempertahankan pekerjaan mereka sebagai satu-satunya sumber penghidupan, maka hal itu tidak apa-apa untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan firman Allah,
 "Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (al-Baqarah: 173)
    Kebolehan ini juga sesuai dengan pendapat para ulama Hanafi yang membolehkan mengugurkan kandungan sebelum berusia 120 hari, karena ketika itu belum ditiupkan ruh ke dalam tubuhnya.
    Ibnu Abidin dalam al-Hasyiyah-nya berkata, "Seandainya seorang wanita mengeluarkan segumpal darah (embrio bayi) dan belum jelas sama sekali bentuknya sebagai manusia, lalu para bidan yang dapat dipercaya bersaksi bahwa itu merupakan embrio bayi manusia yang jika tetap hidup maka dia akan berbentuk, maka tidak ada ghurroh (diyat bayi) padanya (atas orang yang membuatnya keguguran)".
    Ibnu Abidin juga berkata, "Seandainya bentuknya belum jelas sama sekali, maka tidak ada dosa karena (keguguran)nya".
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.


Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman