honan fatwa No. 1170 tahun 2006 yang berisi:
Saya pernah berkata kepada istri
saya, "Saya bersumpah demi Allah, setiap kebohonganmu terhadapku adalah
satu cerai dariku jika saya ingat sumpah ini." Ketika mengatakan hal
itu, saya sama sekali tidak mempunyai niat tertentu. Saya tidak tahu
apakah sumpah itu hanya untuk mencegahnya berdusta lagi ataukah untuk
mencerainya jika ia berbohong. Sumpah saya ini adalah sebagai reaksi
spontan terhadap sikapnya yang menolak untuk bersumpah tidak akan
berbohong lagi. Mohon penjelasan tentang masalah saya ini.
|
||
|
||
Dalam masalah ini, pendapat ulama yang dipilih untuk fatwa dan
keputusan pengadilan adalah talak yang digantungkan pada sesuatu
dianggap jatuh jika sesuatu itu terjadi, dengan syarat adanya niat untuk
mencerai istri dengan sumpah itu.
Dengan demikian, berdasarkan
pertanyaan di atas, karena penanya tidak tahu pasti tentang niatnya
ketika mengucapkan sumpah yang dikaitkan dengan talak itu, maka keraguan
ada tidaknya niat itu membuat talak tersebut dianggap tidak jatuh.
Karena, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fikih: al-ashlu 'adam (secara hukum dasar, sesuatu dianggap tidak ada), al-ashlu baqâ`u mâ kâna 'alâ mâ kâna (secara hukum dasar, suatu hal dihukumi sesuai dengan kondisi awalnya) dan al-yaqînu lâ yazûlu bisy-syak
(keyakinan tidak dapat hilang karena keraguan). Dalam masalah ini, hal
yang dianggap pasti (keyakinan) adalah terus berlangsungnya hubungan
suami-istri yang telah terjalin sebelum terjadinya talak gantung ini.
Sedangkan hal yang meragukan adalah hilangnya ikatan ini karena talak
yang digantungkan pada terjadinya kebohongan dari istri. Namun, karena
sumpah ini tidak diketahui niatnya, maka seandainya istrinya itupun
berdusta kembali maka talak itu tetap dianggap tidak jatuh.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar