Memperhatikan permohonan fatwa nomor 1440 tahun 2008 yang berisi:
Sebuah lembaga sosial melakukan
aktifitasnya di sebuah desa yang sangat miskin. Keperluan penduduk desa
tersebut sangat banyak. Mereka memerlukan makanan, pakaian dan uang
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Bersamaan dengan
datangnya bulan Ramadhan, permasalahan zakat fitrah kembali mencuat
dalam masyarakat. Hal itu dipicu oleh tindakan sejumlah pemuda di desa
tersebut yang menyebarkan pemahaman larangan mengeluarkan zakat fitrah
kecuali dalam bentuk biji-bijian. Bahkan mereka memaksa dan menuntut
para aktifis lembaga sosial ini untuk membeli biji-bijian dengan uang
zakat fitrah yang terkumpul. Oleh karena itu, kami memohon penjelasan
mengenai hukum mengeluarkan zakat fitrah dengan uang.
|
||
|
||
Para ulama Hanafiyah berpendapat bahwa zakat fitrah yang wajib
dikeluarkan adalah setengah sha' gandum, tepung biasa, tepung sawiq
(tepung yang bahannya digoreng dengan sangan terlebih dahulu) dan kismis
(anggur kering), atau satu sha' untuk jenis kurma dan jelai, atau nilai
dari benda-benda tersebut. Menurut mereka, penyebutan bahan-bahan
makanan tertentu yang wajib dizakati dalam nas-nas syarak adalah karena
statusnya sebagai harta yang mempunyai nilai harga, bukan karena
statusnya sebagai bahan makanan itu sendiri. Sehingga, menurut mereka
boleh mengeluarkan zakat dengan nilai atau harga dari bahan-bahan
makanan tersebut, baik dalam bentuk uang dirham, dinar, fulus (uang
tembaga), barang niaga dan lain sebagainya.
Imam Sarkhasi dalam kitab al-Mabshûth
mengatakan, "Jika seseorang membayarkan zakat dengan nilai dari gandum,
maka itu boleh menurut kami (ulama mazhab Hanafi). Karena tujuan
pemberian itu adalah tercapainya kecukupan bagi orang miskin, sehingga
dapat direalisasikan baik dengan uang maupun dengan gandum.
Sedangkan menurut Imam Syafi'i rahimahullah
hal itu tidak boleh. Yang menjadi sebab perbedaan pendapat dalam
masalah ini sama dengan sebab perbedaan dalam masalah zakat harta. Abu
Bakar al-A'masy rahimahullah berpendapat bahwa mengeluarkan
gandum lebih baik daripada mengeluarkan nilainya (uang). Karena hal itu
lebih sesuai dengan perintah dan jauh dari perdebatan ulama. Sehingga
mengeluarkan zakat fitrah dengan gandum merupakan bentuk kehati-hatian
dalam beribadah. Adapun Abu Ja'far rahimahullah berpendapat bahwa
membayar nilai barang lebih baik, karena lebih sesuai dengan keperluan
orang miskin. Di samping itu, dengan uang itu dia dapat membeli apa yang
dia butuhkan saat itu.
Alasan penyebutan gandum dan jelai
dalam nas-nas syar'i adalah karena transaksi jual beli di Madinah pada
masa itu masih menggunakan bahan makanan tersebut. Adapun di
negeri-negeri kita, transaksi dilakukan dengan uang. Uang menjadi barang
yang paling berharga sehingga mengeluarkan zakat dengannya adalah lebih
baik." Demikian penjelasan Sarkhasi.
Pendapat ini juga merupakan pendapat
sejumlah tabi'in dan ulama yang diakui. Diantara para tabi'in tersebut
adalah Hasan al-Bashri yang mengatakan, "Tidak apa-apa mengeluarkan
dirham dalam zakat fitrah." Demikian pula Abu Ishaq as-Sabi'i.
Diriwayatkan dari Zuhair, dia berkata, "Saya mendengar Abu Ishak
as-Sabi'i berkata, "Saya melihat para sahabat memberikan zakat fitrah
dengan dirham sesuai dengan harga makanan." Ini juga pendapat Umar bin
Abdul Aziz, sebagaimana diriwayatkan oleh Waki' dari Qurrah, dia
berkata, "Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada kami yang isinya:
"Setengah sha' dari setiap orang atau nilainya sebesar setengah dirham."
Seluruh atsar dari para tabi'in ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf.
Pendapat ini juga dipilih oleh Sufyan
ats-Tsauri, Ishak bin Rahawaih dan Abu Tsaur. Hanya saja kedua ulama
yang disebutkan terakhir mensyaratkan adanya keadaan darurat,
sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam al-Majmû' Syarh al-Muhadzdzab.
Mengeluarkan uang dalam zakat fitrah
inipun dibolehkan oleh Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (seorang ulama
Hambali) jika ada kemaslahatan di dalamnya. Sebagaimana disebutkan dalam
Majmû' al-Fatâwâ tentang mengeluarkan uang untuk zakat, kafarat dan
sejenisnya. Ibnu Taimiyah menyatakan, "Pendapat yang kuat dalam masalah
ini adalah bahwa mengeluarkan zakat fitrah dengan nilai barang tanpa
adanya keperluan atau maslahat adalah tidak boleh. Sedangkan
mengeluarkannya dalam bentuk nilai karena keperluan, maslahat atau
keadilan maka tidak apa-apa".
Pendapat yang membolehkan membayar
zakat fitrah dengan uang inipun merupakan salah satu riwayat dari Imam
Ahmad sebagaimana disebutkan oleh Mirdawi dalam kitabnya, al-Inshâf.
Pendapat yang kami pilih dalam fatwa
–dan yang kami pandang lebih sesuai dengan tujuan-tujuan syariah serta
lebih tepat bagi kemaslahatan masyarakat— adalah kebolehan mengeluarkan
zakat fitrah dengan uang. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi. Pendapat
inilah yang difatwakan dan yang dipraktikkan dalam mazhab itu dalam
semua jenis zakat, kafarat, nazar, kharâj (pajak bumi) dan lainnya.
Pendapat ini juga merupakan pendapat sejumlah tabi'in sebagaimana
disebutkan di atas.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Mengeluarkan Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang
Mengeluarkan Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar