Melakukan Salat Jenazah di Masjid

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

Memperhatikan permohonan fatwa No. 984 tahun 2005, yang berisi:
    Apakah boleh melakukan salat jenazah di dalam masjid? Jika jenazah dibawa ke masjid setelah orang-orang melakukan salat Zhuhur, Magrib atau Isya, apakah kami harus melaksanakan salat sunah rawatib terlebih dahulu ataukah harus mendahulukan salat jenazah?
 
Jawaban : Dewan Fatwa
    Ada empat hak mayat atas orang yang masih hidup, yaitu memandikannya, mengafaninya, menyalatinya dan menguburkannya. Menyalati mayat hukumnya adalah fardu kifayah. Syarat pelaksanaannya adalah sama dengan syarat-syarat yang diwajibkan dalam melakukan salat fardhu lainnya dan salat sunah, seperti badan, pakaian dan tempat dalam keadaan suci, menutup aurat, menghadap kiblat dan berdiri bagi yang mampu. 
    Melakukan salat jenazah di dalam masjid ataupun di tempat lainnya adalah dibolehkan selama tempat itu suci dan tidak ada larangan untuk melaksanakan salat di tempat tersebut. Dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa Nabi saw. pernah melaksanakan salat jenazah di dalam masjid dan di musalla, yaitu suatu tempat di padang pasir yang dikhususkan untuk melakukan salat Ied (salat hari raya).
    Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Abbad bin Abdullah bin Zubair dari Aisyah r.a., dia berkata, "Ketika Sa'ad meninggal dunia, Aisyah meminta agar jenazahnya dibawa kepadanya. Lalu jenazah itu diletakkan di dalam masjid lalu dia (Aisyah) pun mendoakannya. Akan tetapi, sebagian orang mengingkari apa yang dilakukan Aisyah. Melihat hal itu, maka Aisyah berkata, "Sungguh orang-orang itu tergesa-gesa dalam berbicara. Sesungguhnya Rasulullah saw. menyalati Ibnu Baidha` di dalam masjid."
    Ibnu Abi Syaibah dan Said bin Manshur meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa jenazah Umar r.a. disalatkan di masjid. Yang menjadi imamnya adalah Shuhaib.
    Sebagian ahli fikih yang berpendapat bahwa salat jenazah hanya boleh dilakukan di musalla (bukan di masjid) berargumen dengan zahir nas mengenai salat jenazah. Adapun para ulama Syafi'iyyah menyatakan bahwa 'illat (sebab hukum) yang membuat Rasulullah saw. melakukan salat jenazah di musalla (bukan masjid) adalah karena pada waktu itu masjid tidak cukup untuk menampung para jamaah yang hendak ikut menyalati jenazah. Berdasarkan argumen ini, para ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa salat jenazah di dalam masjid adalah sunah, karena keutamaan tempatnya. Hal ini bila masjid tersebut cukup untuk menampung para jamaah yang ingin ikut melakukan salat jenazah tersebut.
    Dengan demikian, melaksanakan salat jenazah di dalam masjid hukumnya adalah boleh secara syarak.
    Jika jenazah dibawa ke dalam masjid setelah para jamaah selesai melaksanakan salat fardu, maka melakukan salat jenazah lebih didahulukan daripada salat sunah. Karena, menyegerakan penguburan mayat adalah wajib. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda,
أَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ، فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُوْنَهَا إِلَيْهِ، وَإِنْ يَكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُوْنَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ
    "Bersegeralah mengurus jenazah. Jika jenazah tersebut adalah orang baik, maka berarti kalian telah membawa jenazah itu kepada kebaikan. Dan jika dia tidak demikian, maka itu adalah keburukan yang kalian turunkan dari pundak kalian." (HR. Para Penyusun al-Kutub as-Sittah).
    Menyegerakan dalam semua urusan jenazah adalah dianjurkan. Sehingga, barang siapa yang ingin ikut menyalati jenazah tersebut, maka dia dipersilahkan untuk melakukannya. Dan barang siapa yang ingin melakukan salat sunah sendiri ketika salat jenazah didirikan, dia juga dipersilahkan untuk melakukannya. Dan barang siapa ingin keluar dari masjid atau ingin duduk-duduk (beristirahat) di dalam masjid dan tidak ikut melakukan salat jenazah, maka dipersilahkan pula untuk melakukannya. Hal ini karena hukum salat jenazah adalah fardu kifayah. Namun salat jenazah tidak sepatutnya ditinggalkan hanya karena ingin melakukan salat sunah, karena tidak ada pertentangan antara keduanya.
    Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman