honan fatwa No. 103 yang berisi:
Suami saya telah meninggal dunia.
Ketika masih hidup, dia menuliskan daftar barang-barang rumah tangga
untuk saya yang di dalamnya terdapat beberapa gram emas yang belum
diberikan kepada saya. Pertanyaannya adalah bagaimana hukum emas itu;
apakah dihitung berdasarkan nilainya saat ini ataukah pada waktu
pemberian? Apa hukum mahar yang belum dibayarkan? Dan apa pula hukum
perabot rumah tangga?
|
||
|
||
Mahar yang belum terbayarkan dihitung sebagai hutang suami kepada
istrinya yang harus dipenuhi. Hutang ini dianggap jatuh tempo dengan
terjadinya salah satu dari dua hal, yaitu terjadinya talak atau wafatnya
salah satu pasangan tersebut. Seorang istri berhak mendapatkan seluruh
perabot rumah tangga, termasuk barang-barang elektronik, namun tidak
termasuk di dalamnya barang-barang pribadi milik suami, seperti
buku-bukunya, pakaiannya, senjatanya (jika ia memiliki senjata) dan lain
sebagainya. Semua barang pemberian untuk istri tersebut disisihkan
terlebih dahulu sebelum pembagian harta warisan kepada seluruh ahli
waris. Allah berfirman,
"(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya." (An-Nisâ`: 11).
Barang-barang tersebut bisa merupakan
hutang suami kepada istrinya atau memang merupakan barang milik
istrinya. Selain mengambil haknya tersebut, istri juga berhak untuk
mendapatkan bagian warisan dari suaminya yang meninggal dunia
sebagaimana yang ditetapkan dalam syariat Islam. Oleh karena itu, emas
yang termasuk dalam pemberian di luar mahar adalah hutang suami yang
harus dibayarkan kepada istrinya.
Dengan demikian, berdasarkan
pertanyaan di atas, Anda berhak mendapatkan semua mahar yang belum
dibayarkan oleh suami Anda. Anda juga berhak untuk memperoleh semua
perabot rumah tangga kecuali yang disebutkan di atas. Di samping itu
Anda juga berhak mendapatkan kadar emas yang dituliskan oleh suami Anda
dalam daftar di atas, atau nilainya sesuai dengan harga emas saat ini,
bukan nilainya ketika penulisan daftar tersebut.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar