Gugurnya Hak Nafkah Iddah dan Nafkah Mut'ah bagi Istri yang Tidak Patuh

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

Memperhatikan permohonan fatwa nomor 754 tahun 2006 yang berisi:
    Apa hukum seorang istri yang enggan melayani suaminya di tempat tidur? Apakah tindakannya itu dapat dikategorikan sebagai nusyuz (pembangkangan terhadap suami)? Apakah ia berhak mendapatkan nafkah selama iddah, nafkah mut'ah (nafkah yang diberikan jika istri ditalak tanpa alasan) dan mahar yang belum terlunasi?
 
Jawaban : Dewan Fatwa
    Para ulama berpendapat bahwa ketidaktaatan seorang istri kepada suaminya tanpa uzur (alasan) merupakan dosa besar. Hal ini karena terdapat perintah kepada istri untuk menghormati hak suami dan taat kepadanya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf r.a., Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا صَلَّتِ اْلمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
   "Bila seorang wanita melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka dikatakan kepadanya, "Masuklah surga melalui pintu mana saja yang kamu inginkan". (HR Ahmad).
    Mengenai keharaman penolakan istri terhadap ajakan suaminya untuk bersetubuh, para ulama juga menggunakan dalil hadits,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
    "Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur lalu ia menolak ajakannya maka para malaikat akan melaknatnya hingga pagi." (Muttafaq alaih).
    Oleh karena itu, seorang istri wajib taat kepada suaminya selama tidak mengajak kepada perbuatan maksiat. Tindakan istri yang menolak permintaan suaminya untuk bersetubuh tanpa alasan dapat dianggap sebagai bentuk nusyuz. Jika seorang istri yang melakukan nusyuz maka haknya untuk mendapatkan nafkah menjadi gugur pula.
    Adapun berkaitan dengan nafkah untuk perempuan yang dicerai selama masa iddah, nafkah mut'ah (nafkah yang diberikan jika istri ditalak tanpa alasan) dan mahar yang belum lunas, maka hal itu dikembalikan kepada latar belakang terjadinya talak (perceraian). Jika yang meminta talak adalah istri dan ia menggugurkan hak-haknya yang masih menjadi tanggungan suaminya, maka hak nafkah untuknya selama masa iddah, nafkah mut'ah dan mahar yang belum dibayarkan pun menjadi gugur, baik keseluruhan maupun sebagiannya. Allah berfirman,
    "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim". (Al-Baqarah [2]: 229)
    Adapun jika perceraian tersebut murni dari pihak suami dan sang istri tidak menggugurkan haknya sama sekali maka dia masih berhak terhadap seluruh haknya.
    Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman