Besar Diyat dalam Pembunuhan Tidak Sengaja

JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH

honan fatwa No. 535 tahun 2007 yang berisi:
    Anak perempuan saya dan anak semata wayangnya meninggal dunia karena tertabrak sebuah mobil yang dikendarai oleh seorang pemuda. Dalam insiden tersebut tidak diketahui siapakah dari keduanya yang meninggal terlebih dahulu. Berapakah besar diyat keduanya? Apakah pemberian asuransi dari perusahaan asuransi mobil yang menabrak tersebut dapat menggantikan kewajiban diyat? Bagaimana pula hukum barang-barang rumah tangga miliknya dan mahar yang belum terbayar? Siapakah yang mewarisi keduanya? Perlu diketahui bahwa anak perempuan saya meninggalkan seorang ibu.
 
Jawaban : Dewan Fatwa
    Diyat adalah sejumlah harta yang wajib dibayarkan akibat tindakan menghilangkan nyawa orang lain atau tindakan kekerasan lain terhadapnya. Kewajiban ini berdasarkan firman Allah SWT,
"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah." (An-Nisâ` [4]: 92).
    Terdapat juga hadits yang menjelaskan masalah ini. Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Muhammad bin 'Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. menulis sebuah surat kepada penduduk Yaman. Diantara isi surat tersebut adalah,
أَنَّ مَنِ اعْتَبَطَ مُؤْمِنًا قَتْلاً عَنْ بَيِّنَةٍ فَإنَّهُ قَوَدٌ إِلاَّ أَنْ يَرْضَى أََوْلِيَاءُ الْمَقْتُوْلِ، وَأَنَّ فِي النَّفْسِ الدِّيَةَ –مِائَةً مِنَ اْلإبِلِ
 
"Bahwa barang siapa yang membunuh seorang mukmin tanpa alasan maka hukumannya adalah dibunuh pula. Kecuali, jika para wali (keluarga) korban yang terbunuh merelakannya. Dan bahwa diyat membunuh seseorang adalah seratus ekor onta."
Sampai dengan sabda beliau,
وَأَنَّ الرَّجُلَ يُقْتَلُ بِالْمَرأَةِ، وَعَلَى أَهْلِ الذَّهَبِ أَلْفَ دِيْنَارٍ
 
"Dan bahwa orang laki-laki dibunuh karena membunuh perempuan. Dan pemilik emas harus membayar seribu dinar."
    Para ulama pun telah berijmak mengenai kewajiban pembayaran diyat ini. Besar diyat yang wajib dibayarkan dalam pembunuhan tidak sengaja adalah 1.000 dinar emas (seribu dinar emas) atau 12.000 dirham perak (dua belas ribu dirham perak). Fatwa yang diambil di masa ini dan di negara kita (Mesir) adalah yang kedua. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, satu dirham setara dengan dengan 2,975 gram perak (dua koma sembilan ratus tujuh puluh lima gram perak), sehingga jumlah kewajiban diyat dalam pembunuhan tidak sengaja ini adalah 35,700 kg perak (tigapuluh lima koma tujuh ratus kilo gram perak).
    Seluruh perak tersebut atau uang yang senilai dengannya (sesuai dengan harga pasar saat ditetapkan kewajiban) diserahkan kepada keluarga korban, baik secara suka rela maupun melalui proses hukum. Diyat ini dibebankan pada keluarga pelaku pembunuhan (al-'âqilah), yaitu para keluarganya yang mewarisi secara ashabah. Diyat tersebut dibayar secara mencicil selama tidak lebih dari tiga tahun, kecuali jika para keluarga pelaku tersebut ingin membayarnya secara kontan. Jika para keluarga pelaku itu tidak dapat memenuhinya, maka diyat tersebut dibebankan pada pelaku itu sendiri. Dan jika ia tidak dapat memenuhinya juga maka boleh diambilkan dari selain mereka, bahkan boleh juga diambilkan dari uang zakat.
    Adapun diyat seorang perempuan adalah setengah diyat orang laki-laki, yaitu sebesar 17,850 kg perak atau uang yang senilai dengannya.
    Penyelesaian secara damai dalam masalah diyat, baik dengan menggugurkan keseluruhannya atau menerima kurang dari jumlah yang diwajibkan adalah hal yang dibolehkan berdasarkan nash Alquran. Syariat telah memberikan hak kepada keluarga korban untuk menggugurkan keseluruhan atau menggugurkan sebagiannya guna meringankan beban pelaku jika ia tidak dapat membayar kewajiban diyat itu sama sekali atau ia hanya mampu membayar sebagiannya saja.
    Kewajiban membayar diyat ini tidak membedakan apakah pembunuhnya laki-laki atau perempuan, besar atau kecil, karena pembunuhan bisa terjadi dalam semua kondisi. Menerima diyat adalah perbuatan yang dibolehkan dalam syariat, karena itu merupakan hak bagi keluarga korban, sehingga mereka boleh saja menerima, menggugurkan atau bersepakat dengan nilai tertentu. Allah SWT berfirman:
"Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat." (Al-Baqarah [2]: 178).
    Adapun uang yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada korban, maka ia mengurangi jumlah diyat yang harus dibayarkan oleh pelaku.
    Meskipun kami menyimpulkan bahwa insiden tersebut sebagai pembunuhan tidak sengaja, namun kami ingin mengingatkan bahwa kesimpulan kami ini berdasarkan peristiwa yang disebutkan dalam pertanyaan, yaitu tidak adanya unsur kesengajaan atau perencanaan pembunuhan. Apabila terdapat kedua unsur tersebut, maka insiden tersebut masuk dalam pembunuhan sengaja atau pembunuhan serupa sengaja sesuai dengan kondisi yang ada ketika insiden.

    Di samping itu, kesimpulan kami juga berdasarkan pertimbangan tidak adanya kesalahan fatal dari pihak pengendara, seperti mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi melampaui batas yang dibolehkan atau ia tidak diizinkan untuk mengendarai kendaraan karena sebab tertentu. Jika ia melakukan kesalahan fatal ini, maka di samping insiden itu adalah pembunuhan tidak sengaja, juga harus ada intervensi dari pihak pengadilan untuk memberikan keputusan kepada pelaku dan para ahli waris korban yang sesuai dengan kondisi masing-masing.
    Karena keluarga korban tidak mengetahui manakah di antara kedua korban itu yang meninggal lebih dahulu, maka kedua korban tersebut tidak saling mewarisi. Sehingga, dengan kematian anak perempuan anda, maka suaminya berhak mendapatkan setengah dari harta warisan, karena tidak terdapat anak. Sedangkan ibu mendapatkan sepertiga sisa warisan –setelah diambil bagian suami— yaitu setara dengan seperenam dari seluruh harta warisan, karena tidak terdapat anak (keturunan), dan tidak ada pula dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan, di samping karena masalah ini termasuk masalah al-Gharrawain. Anda, sebagai ayahnya, berhak mendapatkan dua pertiga dari sisa harta warisan –setelah diambil bagian suami– yaitu setara dengan sepertiga dari seluruh warisan, karena tidak ada lagi ahli waris yang lain, baik dzawil furudh (ahli waris yang mempunyai bagian tertentu, seperti setengah, sepertiga, dan lain sebagainya, Penj.) maupun ashabah lain yang lebih dekat (ahli waris yang mendapatkan sisa warisan setelah diambil oleh dzawil furudh, Penj.).
    Sehingga dalam kasus ini, harta warisan dibagi menjadi enam bagian: tiga bagian untuk suami, satu bagian untuk ibu dan dua bagian untuk Anda (ayah).
    Termasuk dalam harta warisan anak perempuan anda adalah mahar yang belum sempat dibayarkan dan perabotan rumah tangga yang diberikan kepadanya ketika menikah. Para ahli waris anak perempuan Anda berhak mendapatkan seluruh harta peninggalannya –baik yang berasal dari pernikahan maupun harta pribadi— sesuai dengan bagiannya masing-masing, termasuk suaminya.
    Sedangkan dengan meninggalnya cucu Anda, maka neneknya (ibu dari ibunya) mendapatkan seperenam harta warisan, karena tidak terdapat ibu. Sedangkan ayahnya (suami anak perempuan anda) mendapatkan sisa harta warisan setelah diambil seperenam (bagian nenek), karena tidak terdapat ahli waris lain baik dzawil furudh maupun ashabah. Sedangkan kakeknya dari ibunya (penanya) maka ia tidak mendapatkan apa-apa dari warisan itu, karena ia termasuk dzawil arham (ahli waris selain dzawil furudh dan ashabah, Penj.) yang hanya mendapatkan warisan jika tidak terdapat dzawil furudh dan ashabah.
    Sehingga, harta warisan bayi ini dibagi menjadi enam bagian juga: satu bagian untuk nenek dari ibunya dan untuk ayahnya lima bagian.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
Sumber : Dar al Iftaa ( Lembaga Fatwa Mesir)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tayangan Halaman