honan fatwa No. 179 tahun 2008 yang berisi:
Apa hukum mendoakan orang yang telah
meninggal setelah dimakamkan oleh orang-orang yang menghadiri pemakaman?
Penduduk di desa kami berbeda pendapat mengenai masalah ini.
|
||
|
||
Berdasarkan tuntunan Sunnah, orang-orang yang mengantar jenazah,
setelah menguburkannya hendaknya berdiri sejenak di sisi kuburan guna
mendoakannya. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan Hakim –dan dia menyatakan bahwa hadis ini adalah shahih
sanadnya– dari Utsman r.a., dia berkata, "Nabi saw. jika selesai
menguburkan jenazah beliau berdiri sejenak dan bersabda,
اسْتَغفِرُوا لأَخِيْكُمْ وَسَلُوْا لَهُ التَّثبِيْتَ؛ فَإِنَّهُ اْلآنَ يُسْأَلُ
"Mohonlah ampunan bagi saudara kalian dan mintalah keteguhan untuknya, karena dia sekarang sedang ditanya."
Imam Muslim meriwayatkan dari 'Amr
bin Ash r.a., dia berkata, "Jika kalian telah selesai menguburkanku,
maka tebarkanlah sedikit tanah ke kuburanku dan tetaplah berada di
sekitarnya selama waktu orang menyembelih unta dan membagikan dagingnya,
sehingga aku dapat menjadikan kalian sebagai penenangku dan melihat apa
yang akan aku sampaikan kepada para utusan Tuhanku."
Perbuatan seperti ini hanya dilakukan
setelah selesai penguburan. Sebelum berdoa, tidak apa-apa disampaikan
nasehat singkat mengenai kematian dan kehidupan akhirat. Karena, hal itu
dapat membuat jiwa orang-orang yang hadir menjadi lebih tenang dan
lebih siap untuk bermunajat kepada Allah. Diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhah,
dia berkata, "Kami sedang menghadiri pemakaman jenazah di Baqi'
Gharqad. Kemudian Nabi saw. datang lalu duduk dan kami pun duduk di
sekitar beliau. Beliau memegang sebuah tongkat pendek. Beliau menunduk
dan mematuk-matukkan ujung tongkat pendek itu ke tanah. Beliau lalu
bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ مَا مِنْ نَفْسٍ
مَنْفُوسَةٍ إِلاَّ كُتِبَ مَكَانُهَا مِنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَإِلاَّ
قَدْ كُتِبَ شَقِيَّةً أَوْ سَعِيدَةً
"Tidak ada seorangpun dari kalian, tidaklah ada jiwa yang diciptakan, kecuali telah ditetapkan tempatnya di surga atau di neraka, dan telah ditetapkan sebagai orang celaka atau bahagia." Seorang sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kalau begitu apakah kita tidak sebaiknya menyerahkan diri pada ketetapan itu". Beliau menjawab, اِعْمَلُوْا؛ فكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِما خُلِقَ له "Beramallah, karena setiap orang dimudahkan untuk beramal sesuai dengan apa yang dia diciptakan untuknya". (Muttafaq Alaih).
Imam Bukhari dalam ash-Shahih membuat
bab untuk hadis ini dengan judul, "Bab Nasehat Seseorang di Kuburan dan
Orang-orang Duduk di Sekitarnya".
Dalam kitab al-Adzkâr,
an-Nawawi berkata, "Dianjurkan untuk duduk di sekitar kubur setelah
pemakaman selama waktu seseorang menyembelih unta dan membagi-bagikan
dagingnya. Orang-orang yang duduk itu hendaknya membaca Alquran dan
berdoa untuk mayat, serta memberi nasehat dan menceritakan kisah
orang-orang saleh kepada hadirin. Imam Syafi'i dan para ulama madzhab
Syafi'i menyatakan bahwa dianjurkan untuk membaca sejumlah ayat Alquran
di tempat penguburan. Dan akan lebih baik jika dapat mengkhatamkan
Alquran di sana."
Adapun cara berdoa, apakah dengan
suara keras ataupun suara pelan, maka terdapat kelapangan dalam
melaksanakannya, sehingga seseorang dipersilahkan untuk memilih salah
satu dari keduanya. Memperdebatkan masalah itu hanya akan menuai murka
dari Allah dan Rasul-Nya, sebab hal itu termasuk perbuatan bid'ah yang
tercela. Karena, salah satu bentuk amalan bid'ah adalah sikap
mempersempit sesuatu yang dilapangkan oleh Allah dan Rasul-Nya saw..
Jika Allah memerintahkan suatu perbuatan dalam bentuk umum yang
pelaksanaannya mempunyai lebih dari satu kemungkinan, maka perintah itu
harus dipahami dalam keumuman dan kelapangan itu. Tidak boleh membatasi
maknanya dengan cara apapun kecuali didasarkan pada dalil tertentu.
Rasulullah saw. melarang kaum
muslimin untuk banyak bertanya atau menyampaikan pertanyaan yang
menyulitkan. Beliau menjelaskan bahwa jika Allah SWT mendiamkan suatu
masalah, maka itu adalah rahmat dan kelapangan yang diberikan kepada
umat ini. Beliau bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Tsa'labah
al-Khusyaniy,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ
فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَرَّمَ حُرُمَاتٍ فَلاَ
تَنْتَهِكُوْهَا، وَحَدَّ حُدُوْدًا فَلاَ تَعْتَدُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ
أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ مِنْ غَيْرِ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوْا
عَنْهَا
"Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla telah mewajibkan berbagai kewajiban, maka janganlah kalian menyepelekannya. Allah juga telah mengharamkan berbagai perbuatan haram, maka janganlah kalian melanggarnya. Allah juga telah membuat batasan-batasan, maka janganlah kalian melampauinya. Dan Allah mendiamkan banyak hal sebagai bentuk rahmat untuk kalian, bukan karena lupa, maka janganlah kalian membahasnya." (HR. Daruquthni dan lainnya). Hadis ini dishahihkan oleh Ibnu Shalah dan dihasankan oleh Nawawi.
At-Taftazani dalam kitab Syarh al-Arba'în an-Nawâwiyyah
berkata, "Maksud kalimat: "maka janganlah kalian membahasnya" adalah
janganlah bertanya-tanya mengenainya. Karena bertanya-tanya tentang
sesuatu yang didiamkan oleh Allah akan mengakibatkan munculnya
pembebanan dengan kewajiban yang menyulitkan. Dan masalah seperti ini
dihukumi dengan barâ`ah ashliyyah (prinsip bebas hukum selama tidak ada ketentuan )."
Rasulullah saw. menjelaskan bahwa
sangat buruk tindakan seseorang yang membuat kaum muslimin mengalami
kesulitan disebabkan dia banyak bertanya. Diriwayatkan dari 'Amir bin
Sa'ad dari ayahnya, dia berkata, "Rasulullah saw. bersabda,
أَعْظَمُ الْمُسْلِمِيْنَ فِي
الْمُسْلِمِيْنَ جُرْمًا رَجُلٌ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ وَنَقَّرَ عَنْهُ
فَحُرِّمَ عَلَى النَّاسِ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
"Orang muslim yang paling besar kejahatannya terhadap kaum muslimin adalah seseorang yang menanyakan dan mencari tahu tentang sesuatu sehingga hal itu diharamkan kepada semua orang akibat pertanyaannya." (HR. Muslim).
Abu Hurairah r.a. berkata, "Pada
suatu hari Rasulullah berkhutbah di hadapan kami. Beliau bersabda,
"Wahai orang-orang, Allah telah mewajibkan ibadah haji atas kalian, maka
lakukanlah." Seorang sahabat lalu bertanya, "Apakah setiap tahun wahai
Rasulullah?" Beliau terdiam hingga sahabat itu mengulangi pertanyaannya
sebanyak tiga kali. Maka Rasulullah saw. bersabda,
لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا
اسْتَطَعْتُمْ، ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِيْ مَا تَرَكْتُكُمْ؛ فَإِنَّمَا
هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ
عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ
مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ
"Kalau aku mengatakan, 'Ya', niscaya akan menjadi kewajiban dan kalian tidak akan sanggup melakukannnya." Beliau lalu berkata lagi, "Biarlah seperti yang aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya para umat sebelum kalian telah binasa akibat tindakan mereka yang suka bertanya dan berselisih dengan para nabi mereka. Jika aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian. Dan jika aku melarang kalian dari melakukan sesuatu maka tinggalkanlah." (Muttafaq alaih).
Al-Allamah al-Munawi, dalam Faidhul Qadîr Syarh al-Jâmi' ash-Shaghîr,
berkata, "Maksud hadis ini adalah: "Janganlah kalian bertanya kepadaku
selama aku membiarkan kalian. Janganlah kalian banyak bertanya mengenai
sesuatu yang tidak penting dalam urusan agama kalian, selama aku
membiarkan kalian dan tidak berkata apa-apa kepada kalian. Karena bisa
jadi hal itu akan menjadi sesuatu kewajiban dan beban yang memberatkan.
Ambillah sesuai apa yang aku perintahkan dan jangan mencari-cari
persoalan lain seperti yang dilakukan oleh para Ahlul Kitab. Janganlah
sering menyelidiki sesuatu yang telah jelas secara lahir meskipun
mempunyai kemungkinan makna yang lain, karena hal itu dapat menyebabkan
bertambahnya jawaban atas hal itu. Sehingga, tindakan itu akan
menyerupai kisah bangsa Israil yang banyak mempersulit diri sendiri
sehingga mereka pun benar-benar dipersulit. Oleh karena itulah
Rasulullah saw. khawatir hal serupa terjadi pada umat beliau.."
Adapun berdoa secara bersama, maka
bisa jadi hal itu membuat kemungkinan dikabulkannya doa lebih besar, di
sisi lain ia membuat hati lebih terfokus dan membuat lebih khusyuk di
hadapan Allah SWT, terutama jika doa itu diawali dengan nasehat singkat.
Rasulullah saw. bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a.,
يَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ
"Pertolongan Allah bersama jamaah." (HR. Nasa`i dan Tirmidzi, serta dihahihkan oleh Tirmidzi).
Membaca surat al-Fatihah untuk mayat
setelah penguburan adalah amalan yang disyariatkan oleh agama. Karena,
membaca sejumlah ayat Alquran di atas kuburan setelah prosesi pemakaman
adalah disunahkan. Al-Baihaqi, dalam as-Sunan al-Kubrâ,
meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. dengan sanad hasan –sebagaimana
dikatakan oleh an-Nawawi— bahwa dia menganjurkan untuk membaca awal dan
akhir surat al-Baqarah setelah prosesi pemakaman.
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
|
Home »
FATWA HUKUM ISLAM
» Berdoa dengan Suara Keras untuk Orang yang Meninggal
Berdoa dengan Suara Keras untuk Orang yang Meninggal
JIKA TERDAPAT KESALAHAN/KEKELIRUAN DALAM ARTIKEL INI
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
DAPAT MENGHUBUNGI KAMI DENGAN CARA MENINGGALKAN PESAN... TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar